Kesultanan Utsmaniyah
دولت عليه عثمانیه
Devlet-i ʿAliyye-yi ʿOsmâniyye
Ibukota;
Sogut (1299–1335)
Bursa (1335–1413)
Edirne (1413–1453)
Konstantinopel (Istanbul) (1458–1922)
Berdiri: 27 Januari 1299
Dibubarkan : 1
November 1922/ 3 Maret 1924
Kesultanan Utsmaniyah salah satu kerajaan islam
terbesar yang wilayahnya meliputi 3 benua : Asia,Eropa,dan Afrika
yang didirikan oleh suku-suku
Turki dibawah pimpinan Osman Bey (khalifah pertama) pada tahun 1299
dan dibubarkan tahun 1922.dan
pada tahun 1453 saat Mehmed II naik tahta kekhalifahan ini berhasil merebut
konstantinopel menjadikannya sebagai ibu kota kekhalifahan dan merubah namanya
menjadi istanbul. Sepanjang abad ke-16 dan 17, tepatnya pada puncak
kekuasaannya di bawah pemerintahan Sulaiman al qanuni, Kesultanan Utsmaniyah
adalah salah satu negara terkuat di dunia.
Kekuatan
Kesultanan Usmaniyah terkikis secara perlahan-lahan pada abad ke-19, sampai
akhirnya benar-benar runtuh pada tahun 1922.
KEBANGKITAN KESULTANAN
(1299-1453)
Pada pertengahan abad ke-13, Kekaisaran
Bizantium yang melemah telah kehilangan beberapa kekuasaanya
oleh beberapa kabilah. Salah satu kabilah ini berada daerah di Eskişehir,
bagian barat Anatolia, yang dipimpin oleh Osman I, anak dari Ertuğrul, yang kemudian mendirikan Kesultanan
Utsmaniyah. Menurut cerita tradisi, ketika Ertuğrul bermigrasi ke Asia Minor
beserta dengan empat ratus pasukan kuda, beliau berpartisipasi dalam perang
antara dua kubu pihak (Kekaisaran Romawi dan Kesultanan Seljuk). Ertuğrul
bersekutu dengan pihak Kesultanan Seljuk yang kalah pada saat itu dan kemudian
membalikkan keadaaan memenangkan perang. Atas jasa beliau, Sultan Seljuk
menghadiahi sebuah wilayah di Eskişehir. Sepeninggal Ertuğrul pada tahun
1281, Osman I menjadi pemimpin dan tahun 1299 mendirikan Kesultanan Utsmaniyah.
Osman I kemudian memperluas
wilayahnya sampai ke batas wilayah Kekaisaran
Bizantium. Ia memindahkan ibukota kesultanan ke Bursa, dan memberikan pengaruh yang kuat terhadap
perkembangan awal politik kesultanan tersebut. Diberi nama dengan nama
panggilan “kara” (Bahasa Turki untuk
hitam) atas keberaniannya, Osman I disukai sebagai pemimpin yang kuat dan
dinamik bahkan lama setelah beliau meninggal dunia, sebagai buktinya terdapat
istilah di Bahasa Turki “Semoga
dia sebaik Osman”. Reputasi beliau menjadi lebih harum juga disebabkan oleh
adanya cerita lama dari abad pertengahan Turki yang dikenal dengan nama Mimpi Osman,
sebuah mitos yang mana Osman diinspirasikan untuk menaklukkan berbagai wilayah
yang menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah.
Pada periode ini terlihat terbentuknya
pemerintahan formal Utsmaniyah, yang bentuk institusi tersebut tidak berubah
selama empat abad. Pemerintahan Utsmaniyah mengembangkan suatu sistem yang
dikenal dengan nama Millet (berasal dari Bahasa Arab millah ملة), yang mana kelompok agama dan suku
minoritas dapat mengurus masalah mereka sendiri tanpa intervensi dan kontrol
yang banyak dari pemerintah pusat.
Setelah Osman I meninggal, kekuasaan
Kesultanan Utsmaniyah kemudian merambah sampai ke bagian Timur Mediterania danBalkan. Setelah kekalahan di Pertempuran Plocnik, kemenangan
kesultanan Utsmaniyah di Pertempuran Kosovo secara efektif
mengakhiri kekuasaan Kerajaan Serbia di
wilayah tersebut dan memberikan jalan bagi Kesultanan Utsmaniyah menyebarkan
kekuasaannya ke Eropa. Kesultanan ini kemudian mengontrol hampir seluruh
wilayah kekuasaan Bizantium terdahulu.
Wilayah Kekaisaran Bizantium di Yunani luput dari kekuasaan kesultanan berkat
serangan Timur
Lenk ke Anatolia tahun 1402, penguasa Turk-Mongolia, Tamerlane, menyerbu
Anatolia dalam Pertempuran
Ankara tahun 1402. Ia menangkap Sultan Bayezid I.
Penangkapan Bayezid I menciptakan kekacauan di kalangan penduduk Turki. Negara
pun mengalami perang saudara yang berlangsung sejak 1402 sampai 1413 karena
para putra Bayezid memperebutkan takhta. Perang berakhir ketika Mehmet I naik sebagai
sultan dan mengembalikan kekuasaan Utsmaniyah.
Sebagian teritori Utsmaniyah di Balkan
(seperti Thessaloniki, Makedonia, dan Kosovo) sempat terlepas setelah 1402,
tetapi berhasil direbut kembali oleh Murad II antara
1430-an dan 1450-an. Pada tanggal 10 November 1444, Murad II mengalahkan
pasukan Hongaria, Polandia, dan Wallachia yang
dipimpin Władysław III dari Polandia (sekaligus Raja Hongaria)
dan János Hunyadi di Pertempuran Varna,
pertempuran terakhir dalam Perang
Salib Varna yang berakhir dengan kemenangan besar pihak utsmaniyah.
Perkembangan (1453–1683)
penaklukan konstantinopel oleh sultan Mehmed II
Setelah wafatnya sutan Murad II, Mehmed II putra dari Murad II naik tahta, Mehmed II melakukan perombakan struktur kesultanan dan militer, dan menunjukkan keberhasilannya dengan menaklukkan Kota Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453 pada usia 21 tahun. Kota tersebut menjadi ibukota baru Kesultanan Utsmaniyah dan berganti nama menjadi Islambol(kota islam)atau kini istanbul . Sebelum Mehmed II wafat, pasukan Utsmaniyah berhasil menaklukkan Korsika,Sardinia, dan Sisilia. Namun sepeninggalnya, rencana untuk menaklukkan Italia dibatalkan.
Pada
abad ke-15 dan 16, Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode ekspansi.
Kesultanan ini berhasil makmur di bawah kepemimpinan sejumlah Sultan yang tegas dan efektif.
Ekonominya juga maju karena pemerintah mengendalikan rute-rute perdagangan
darat utama antara Eropa dan Asia.
Sultan
Selim I (1512–1520)
memperluas batas timur dan selatan Kesultanan Utsmaniyah secara dramatis dengan
mengalahkan Shah Ismail dari Persia Safawiyah dalam Pertempuran Chaldiran.Selim I mendirikan
pemerintahan Utsmaniyah di Mesir
dan mengerahkan angkatan lautnya ke Laut Merah. Setelah
ekspansi tersebut, persaingan pun pecah antara Kekaisaran
Portugal dan Kesultanan Utsmaniyah yang sama-sama berusaha menjadi
kekuatan besar di kawasan itu
pertempuran mohacs
Suleiman Agung (1520–1566) mencaplok Belgrade tahun 1521, menguasai wilayah selatan dan tengah Kerajaan Hongaria sebagai bagian dari Peperangan Utsmaniyah–Hongaria. Setelah memenangkan Pertempuran Mohács tahun 1526, ia mendirikan pemerintahan Turki di wilayah yang sekarang disebut Hongaria (kecuali bagian baratnya) dan teritori Eropa Tengah lainnya. Ia kemudian mengepung Wina tahun 1529, tetapi gagal Tahun 1532, ia melancarkan serangan lain ke Wina, namun dikalahkan pada Pengepungan Güns.
Perancis dan Kesultanan Utsmaniyah
bersatu karena sama-sama menentang pemerintahan Habsburg dan menjadi
sekutu yang kuat. Penaklukan Nice (1543) dan Corsica (1553) oleh Perancis adalah
hasil kerja sama antara pasukan raja Francis
I dari Perancis dan Suleiman. Pasukan tersebut dipimpin oleh
laksamana Utsmaniyah Barbarossa Hayreddin Pasha dan Turgut Reis. Satu
bulan sebelum pengepungan Nice, Perancis membantu Utsmaniyah dengan mengirimkan
satu unit artileri pada penaklukan Esztergom tahun 1543. Setelah bangsa Turk
membuat serangkaian kemajuan tahun 1543, penguasa Habsburg Ferdinand I secara resmi mengakui pemerintahan
Utsmaniyah di Hongaria pada tahun 1547.
Pada tahun 1559, setelah perang Ajuuraan-Portugal pertama,
Kesultanan Utsmaniyah menganeksasi Kesultanan Adal yang
lemah ke dalam wilayahnya. Ekspansi ini mengawali pemerintahan Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk Afrika.
Aneksasi tersebut juga meningkatkan pengaruh Utsmaniyah di Samudra Hindia untuk
bersaing dengan Portugal.
Pada akhir masa kekuasaan Suleiman,
jumlah penduduk Kesultanan Utsmaniyah mencapai 15.000.000 orang dan tersebar di
tiga benua. Selain itu, kesultanan ini menjadi kekuatan laut besar yang
mengendalikan sebagian besar Laut Mediterania.
Saat itu, Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian utama dari lingkup politik Eropa.
Pemberontakan dan
Kebangkitan Kembali(1566–1683)
Sepeninggal Suleiman tahun 1566,
beberapa wilayah kekuasaan kesultanan mulai menghilang. Kebangkitan
kerajaan-kerajaan Eropa di barat beserta dengan penemuan jalur alternatif Eropa
ke Asia melemahkan perekonomian Kesulatanan Utsmaniyah. Efektifitas militer dan
struktur birokrasi warisan berabad-abad juga menjadi kelemahan dibawah
pemerintahan Sultan yang lemah. Walaupun begitu, kesultanan ini tetap menjadi
kekuatan ekspansi yang besar sampai kejadian Pertempuran Wina tahun 1683 yang menandakan berakhirnya usaha ekspansi
Kesultanan Utsmaniyah ke Eropa.
Kerajaan-kerajaan Eropa berusaha
mengatasi kontrol monopoli jalur perdagangan ke Asia oleh Kesultanan Utmaniyah
dengan menemukan jalur alternatif. Secara ekonomi, pemasukan Spanyol dari benua
baru memberikan pengaruh pada devaluasi mata uang Kesultanan Utsmaniyah dan
mengakibatkan inflasi yang tinggi. Hal ini memberikan efek negatif terhadap
semua lapisan masyarakat Utsmaniyah.
Di Eropa Selatan, sebuah koalisi antar
kekuatan dagang Eropa di Semenanjung Italia berusaha untuk
mengurangi kekuatan Kesultanan Utsmaniyah di Laut Mediterania.
Kemenangan koalisi tersebut di Pertempuran Lepanto tahun 1571
merupakan pukulan telak dan simbolis terhadap citra kehebatan Utsmaniyah.
Memudarnya citra ini diawali oleh kemenangan Ksatria Malta atas pasukan
Utsmaniyah dalam Pengepungan Malta tahun 1565. Pertempuran Lepanto membuat
Angkatan Laut Utsmaniyah kehilangan banyak tenaga ahlinya, sedangkan
kapal-kapalnya masih bisa diperbaiki. Angkatan Laut Utsmaniyah pulih dengan
cepat dan memaksa Venesia menandatangani perjanjian damai tahun 1573 yang
mengizinkan Kesultanan Utsmaniyah memperluas dan memperkuat posisinya di Afrika
Utara.
Pada masa kekuasaannya yang singkat, Murad IV (1612–1640)
membentuk kembali pemerintahan pusat dan merebut Yerevan (1635) dan
Baghdad (1639) dari safawiyah.[45] Kesultanan wanita
(1648–1656) adalah periode ketika ibu para sultan muda berkuasa atas nama
putranya. Tokoh wanita yang paling berpengaruh waktu itu adalah Kösem Sultan dan
menantunya Turhan Hatice. Persaingan politik mereka
berujung pada pembunuhan Kösem pada 1651.[46] Selama Era
Köprülü (1656–1703), pemerintahan efektif dijalankan oleh sejumlah Wazir Agung dari
keluarga Köprülü. Kewaziran Köprülü mengalami kesuksesan militer dengan
didirikannya pemerintahan di Transylvania,
penaklukan Kreta tahun 1669, dan
ekspansi ke Ukraina selatan
Polandia. Pertahanan terakhir Khotyn dan Kamianets-Podilskyi dan teritori Podolia bergabung
dengan Kesultanan Utsmaniyah tahun 1676.
Periode ketegasan baru ini berakhir
pada Mei 1683 saat Wazir Agung Kara
Mustafa Pasha memimpin pasukan besar untuk mengepung Wina kedua kalinya dalam Perang
Turki Besar 1683–1687. Serangan terakhir mereka tertunda karena
pasukan Utsmaniyah didesak mundur oleh pasukan sekutu Habsburg, Jerman, dan
Polandia yang dipimpin Raja Polandia Jan III Sobieski pada
Pertempuran
Wina. Aliansi Liga Suci terus
melaju pasca kekalahan di Wina dan memuncak pada Perjanjian Karlowitz (26 Januari 1699)
yang mengakhiri Perang Turki Besar. Kesultanan Utsmaniyah menyerahkan sejumlah
wilayah pentingnya, kebanyakan diserahkan secara permanen. Mustafa II
(1695–1703) memimpin serangan balasan terhadap Wangsa Habsburg di Hongaria pada
1695–96, namun kalah besar di Zenta (11 September
1697).
Kemandekan dan reformasi (1683–1827)
Pada
periode ini, ekspansi Rusia
membawa ancaman besar yang terus berkembang. Karena itu, Raja Charles
XII dari Swedia diterima sebagai sekutu Kesultanan Utsmaniyah
setelah pasukannya dikalahkan Rusia pada Pertempuran
Poltava tahun 1709 (bagian dari Perang
Utara Besar 1700–1721.) Charles XII mendesak Sultan Utsmaniyah Ahmed III untuk
menyatakan perang terhadap Rusia. Utsmaniyah berhasil memenangkan Kampanye Sungai Pruth yang berlangsung
pada 1710–1711. Pasca Perang Austria-Turki 1716–1718,
Perjanjian Passarowitz
mencantumkan penyerahan wilayah Banat,
Serbia, dan "Walachia Kecil"
(Oltenia) ke Austria. Perjanjian ini juga menyebutkan bahwa
Kesultanan Utsmaniyah mengambil sikap defensif dan tidak mungkin melakukan
agresi lagi di Eropa.
Perang Austria-Rusia–Turki
yang diakhiri oleh Perjanjian Belgrade 1739 berujung pada
kembalinya Serbia dan Oltenia, namun pelabuhan Azov berhasil direbut Rusia.
Setelah perjanjian ini, Kesultanan Utsmaniyah menikmati masa perdamaian karena
Austria dan Rusia terpaksa menghadapi kebangkitan Prusia.
Sejumlah
reformasi pendidikan dan
teknologi dilaksanakan, termasuk pendirian institusi pendidikan
tinggi seperti Universitas Teknik Istanbul. Pada tahun 1734, sebuah
sekolah artileri didirian untuk memperkenalkan metode artileri Barat, namun
kalangan ulama Islam mengajukan keberatan atas dasar teodisi.[56] Tahun
1754, sekolah artileri tersebut dibuka kembali secara setengah rahasia.[56] Tahun
1726, Ibrahim
Muteferrika meyakinkan Wazir Agung Nevşehirli Damat İbrahim Pasha,
Mufti Agung, dan para ulama tentang
efisiensi percetakan. Muteferrika pun diizinkan Sultan Ahmed III untuk
menerbitkan buku-buku non-religius meski ditentang sejumlah kaligrafer dan pemuka
agama. Percetakan Muteferrika menerbitkan buku pertamanya pada tahun 1729. Pada
1743, jumlah karya yang dicetaknya mencapai 17 buah dalam 23 volume dan
masing-masing karya dicetak sebanyak 500 sampai 1.000 eksemplar.
Pada
1768, para Haidamak, pemberontak konfederasi
Polandia yang dibantu Rusia, memasuki Balta, kota Utsmaniyah di perbatasan
Bessarabia, dan membantai warganya dan membumihanguskan kota tersebut. Tindakan
ini memaksa Kesultanan Utsmaniyah memulai Perang Rusia-Turki 1768–1774.
Perjanjian
Küçük Kaynarca tahun 1774 mengakhiri perang ini dan memberikan
kebebasan beribadah bagi warga Kristen di provinsi Wallachia dan Moldavia. Pada
akhir abad ke-18, serangkaian kekalahan perang melawan Rusia membuat beberapa
kalangan di Kesultanan Utsmaniyah yakin bahwa reformasi yang dijalankan Peter Agung memberi
keunggulan bagi Rusia, dan Utsmaniyah harus menggunakan teknologi Barat untuk
menghindari kekalahan lebih lanjut.
Selim III (1789–1807)
melakukan upaya besar pertama dalam memodernisasi pasukannya,
tetapi reformasi ini terhambat oleh kepemimpinan yang religius dan korps Yanisari. Karena iri
dengan hak-hak militer dan menolak perubahan, Yanisari pun merintis pemberontakan. Semua upaya Selim
membuat dirinya kehilangan takhta dan nyawanya. Akan tetapi, pemberontakan ini
berhasil diredam dengan spektakuler dan kejam oleh penggantinya yang dinamis, Mahmud II. Ia menghapus korps Yanisari pada tahun
1826.
Revolusi Serbia
(1804–1815) menjadi awal era kebangkitan nasional
di kawasan Balkan pada masa Pertanyaan Timur. Suzeraintas Serbia sebagai monarki
herediter dengan dinastinya
sendiri diakui secara de jure pada tahun 1830.[60][61] Pada 1821,
bangsa Yunani menyatakan
perang terhadap Sultan. Pemberontakan yang pecah di Moldavia sebagai
bentuk pengalihan diikuti oleh revolusi utama di Peloponnesos.
Peloponnesos dan bagian utara Teluk Korintus menjadi wilayah
Kesultanan Utsmaniyah pertama yang merdeka, tepatnya pada tahun 1829. Pada
pertengahan abad ke-19, Kesultanan Utsmaniyah dijuluki "orang sakit" oleh bangsa
Eropa. Negara-negara suzerain (Kepangeranan
Serbia, Wallachia, Moldavia,
dan Montenegro)
meraih kemerdekaan de jure pada 1860-an dan 1870-an.
Kemunduran dan modernisasi (1828–1908)
Pada
masa Tanzimat (1839–1876),
serangkaian reformasi konstitusional pemerintah membuahkan hasil, yaitu pasukan wajib militer
modern, reformasi sistem perbankan, dekriminalisasi kaum homoseksual, perubahan
hukum agama menjadi hukum sekuler, dan gilda yang memiliki pabrik modern.
Kementerian Pos Utsmaniyah dibentuk di Istanbul pada tanggal 23 Oktober 1840.
Samuel Morse menerima
paten telegraf pertamanya
tahun 1847. Paten tersebut dikeluarkan oleh Sultan Abdülmecid yang secara langsung menguji
penemuan baru itu. Setelah uji coba berhasil, jalur kabel telegraf pertama di
dunia (Istanbul-Adrianopel-Şumnu) mulai dipasang pada 9 Agustus 1847. Periode
reformis ini memuncak dengan penyusunan Konstitusi yang disebut Kanûn-u Esâsî. Era Konstitusional Pertama
kesultanan ini tidak berlangsung lama. Parlemennya hanya bertahan selama dua
tahun sebelum dibubarkan sultan.
Dikarenakan
tingkat pendidikannya yang lebih tinggi, penduduk Kristen di kesultanan ini
mulai unggul ketimbang penduduk Muslim yang mayoritas, sehingga penduduk Muslim
merasa tidak puas. Pada tahun 1861, ada 571 sekolah dasar dan 94 sekolah
menengah Kristen Utsmaniyah dengan 140.000 siswa. Jumlah itu jauh melampaui
siswa Muslim di sekolah pada saat yang sama. Kemajuan siswa Muslim terus
melambat dikarenakan lamanya waktu mata pelajaran bahasa Arab dan teologi
Islam. Tingkat pendidikan siswa Kristen yang lebih tinggi memungkinkan mereka
memainkan peran penting dalam perekonomian negara. Pada tahun 1911, 528 dari
654 perusahaan grosir di Istanbul dimiliki etnis Yunani.
Perang Krimea
(1853–1856) adalah bagian dari persaingan panjang antara kekuatan-kekuatan
besar Eropa yang memperebutkan pengaruh di teritori Kesultanan Utsmaniyah yang
melemah. Beban perang dari segi finansial memaksa pemerintah
Utsmaniyah mengajukan pinjaman luar negeri
senilai 5 juta pound sterling pada 4 Agustus 1854. Perang ini mengakibatkan
eksodus warga Tatar
Krimea. Sekitar 200.000 di antaranya pindah ke Kesultanan Utsmaniyah
dalam bentuk gelombang emigrasi. Menjelang akhir Peperangan Kaukasus, 90% etnis Sirkasia dilenyapkan, diusir dari tanah airnya di Kaukasus, dan
terpaksa mengungsi ke Kesultanan Utsmaniyah. Sekitar 500.000 sampai 700.000
orang Sirkasia berlindung di Turki. Beberapa sumber
memberi angka yang lebih tinggi, yaitu 1 juta-1,5 juta orang dideportasi
dan/atau dibunuh.
Perang Rusia-Turki (1877–1878) berakhir dengan
kemenangan mutlak bagi Rusia. Akibatnya, wilayah Utsmaniyah di Eropa menyusut
dengan cepat. Bulgaria
didirikan sebagai kepangeranan merdeka di dalam Kesultanan Utsmaniyah, Rumania mendapat kemerdekaan penuh. Serbia dan Montenegro mendapat
kemerdekaan penuh dengan wilayah yang lebih kecil. Pada tahun 1878, Austria-Hongaria
bersama-sama menduduki provinsi Bosnia-Herzegovina dan Novi Pazar. Walaupun pemerintah
Utsmaniyah menentang tindakan ini, pasukannya dikalahkan dalam kurun tiga
minggu.
Sebagai
imbalan atas bantuan Perdana Menteri Britania Raya Benjamin Disraeli
dalam pengembalian teritori Utsmaniyah di Semenanjung Balkan saat Kongres
Berlin, Britania Raya mendapatkan hak pemerintahan di Siprus pada tahun
1878.[ Britania kemudian mengirimkan tentaranya ke Mesir pada tahun 1882 untuk membantu
pemerintah Utsmaniyah meredam Pemberontakan Urabi. Britania pun
memegang kendali penuh di Siprus dan Mesir.
Pada
1894–96, sekitar 100.000 sampai 300.000 etnis Armenia yang tinggal di seluruh
kesultanan dibunuh dalam sebuah peristiwa yang disebut pembantaian Hamidian.
Seiring
menyusutnya wilayah Kesultanan Utsmaniyah, banyak Muslim Balkan pindah ke
teritori Utsmaniyah yang tersisa di Balkan atau ke jantung kesultanan di
Anatolia. Per 1923, hanya Anatolia dan Thracia Timur yang
dikuasai Muslim.
KONSPIRASI MENJATUHKAN
KHILAFAH
Gerakan misionaris
Di dalam negara, ahlu dzimmah-khususnya
orang Kristen-yang mendapat hak istimewa zaman Suleiman II, akhirnya menuntut
persamaan hak dengan muslimin. Malahan hak istimewa ini dimanfaatkan untuk
melindungi provokator dan intel asing dengan jaminan perjanjian antara khilafah
dengan Perancis (1535), dan Inggris (1580). Dengan
hak istimewa ini, jumlah orang Kristen dan Yahudi meningkat di dalam negeri.
Ini dimanfaatkan misionaris-yang mulai menjalankan gerakan sejak abad
ke-16. Malta dipilih
sebagai pusat gerakannya. Dari
sana mereka menyusup ke Suriah(1620) dan
tinggal di sana sampai 1773. Di
tengah mundurnya intelektualitas Dunia Islam, mereka mendirikan pusat kajian
sebagai kedok gerakannya. Pusat kajian ini kebanyakan milik Inggris, Perancis,
dan Amerika Serikat, yang digunakan Barat untuk mengemban kepemimpinan
intelektualnya di Dunia Islam, disertai serangan mereka terhadap pemikiran
Islam. Serangan ini sudah lama dipersiapkan orientalis Barat, yang mendirikan
Pusat Kajian Ketimuran sejak abad ke-14.
Gerakan misionaris dan orientalis itu
merupakan bagian tak terpisahkan dari imperialisme Barat di Dunia Islam.
Untuk menguasainya – meminjam istilah Imam al-Ghozali –
Islam sebagai asas harus hancur, dan khilafah Islam harus runtuh. Untuk
meraih tujuan pertama, serangan misionaris dan orientalis diarahkan untuk
menyerang pemikiran Islam; sedangkan untuk meraih tujuan kedua, mereka
hembuskan nasionalisme dan memberi stigma pada khilafah sebagai Orang Sakit. Agar kekuatan khilafah
lumpuh, sehingga agar bisa sekali pukul jatuh, maka dilakukanlah upaya intensif
untuk memisahkan Arab dengan lainnya dari khilafah. Dari sinilah, lahir gerakan
patriotisme dan nasionalisme di Dunia Islam. Malah, gerakan keagamaan tak luput
dari serangan, seperti Gerakan Wahabi di Hijaz.
Gerakan nasionalisme dan separatisme
Nasionalisme dan separatisme telah
dipropagandakan negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, dan Rusia. Itu
bertujuan untuk menghancurkan khilafah Islam.Keberhasilannya
memakai sentimen kebangsaan dan separatisme di Serbia, Hongaria, Bulgaria, dan
Yunani mendorongnya memakai cara sama di seluruh wilayah khilafah.Hanya
saja, usaha ini lebih difokuskan di Arab dan Turki. Sementara itu, KeduBes
Inggris dan Perancis di Istambul dan daerah-daerah basis khilafah-seperti
Baghdad, Damsyik, Beirut, Kairo, dan Jeddah-telah menjadi pengendalinya. Untuk
menyukseskan misinya, dibangunlah 2 markas. Pertama, Markas Beirut, yang
bertugas memainkan peranan jangka panjang, yakni mengubah putra-putri umat
Islam menjadi kafir dan mengubah sistem Islam jadi sistem kufur. Kedua, Markas
Istambul, bertugas memainkan peranan jangka pendek, yaitu memukul telak
khilafah.
KeduBes negara Eropapun mulai aktif
menjalin hubungan dengan orang Arab. Di Kairo dibentuk Partai Desentralisasi
yang diketuai Rofiqul ‘Adzim. Di Beirut, Komite Reformasi dan Forum harfiah
dibentuk. Inggris dan Perancis mulai menyusup ke tengah orang Arab yang
memperjuangkan nasionalisme. Pada 8 Juni 1913, para pemuda Arab berkongres di
Paris dan mengumumkan nasionalisme Arab. Dokumen yang ditemukan di Konsulat Perancis
Damsyik telah membongkar rencana pengkhianatan kepada khilafah yang didukung
Inggris dan Perancis.
Di Markas Istambul, negara-negara Eropa
tak hanya puas merusak putra-putri umat Islam di sekolah dan universitas lewat
propaganda. Mereka ingin memukul khilafah dari dekat secara telak. Caranya
ialah mengubah sistem pemerintahan dan hukum Islam dengan sistem pemerintahan
Barat dan hukum kufur. Kampanye mulai dilakukan Rasyid Pasha, MenLu zaman
Sultan Abdul Mejid II (1839). Tahun itu juga, Naskah Terhormat(Kholkhonah)-yang
dijiplak dari UU di Eropa-diperkenalkan. Tahun 1855, negara-negara
Eropa-khususnya Inggris-memaksa khilafah Utsmani mengamandemen UUD, sehingga
dikeluarkanlah Naskah Hemayun (11 Februari 1855). Midhat Pasha, salah satu anggota
Kebatinan Bebas diangkat jadi perdana menteri (1 September 1876). Ia membentuk
panitia Ad Hoc menyusun UUD menurut Konstitusi Belgia. Inilah yang dikenal
dengan Konstitusi 1876. Namun, konstitusi ini ditolak Sultan Abdul Hamid II
dan Sublime
Port-pun enggan melaksanakannya karena dinilai bertentangan dengan
syari’at. Midhat Pashapun dipecat dari kedudukan perdana menteri. Turki
Muda yang berpusat di Salonika-pusat komunitas Yahudi Dunamah-memberontak
(1908). Kholifah dipaksanya-yang menjalankan keputusan Konferensi
Berlin-mengumumkan UUD yang diumumkan Turki Muda di Salonika, lalu dibukukanlah
parlemen yang pertama dalam khilafah Turki Utsmani (17 November 1908). Bekerja
sama dengan syaikhul Islam, Sultan Abdul Hamid II dipecat dari jabatannya, dan diasingkan ke Tesalonika. Sejak itu sistem pemerintahan
Islam berakhir.
Inggris dan sekutunya belum puas menghancurkan khilafah
Turki Utsmani secara total. Perang Dunia I (1914) dimanfaatkan Inggris
menyerang Istambul dan menduduki Gallipoli. Dari sinilah kampanye Dardanella
yang terkenal itu mulai dilancarkan. Pendudukan Inggris di kawasan ini juga
dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas Mustafa Kemal Pasha-yang sengaja
dimunculkan sebagai pahlawan pada Perang Ana Forta (1915). Ia-agen Inggris,(diduga) keturunan Yahudi Dunamah dari Tesalonika-melakukan agenda Inggris, yakni
melakukan revolusi kufur untuk menghancurkan khilafah Islam. Ia
menyelenggarakan Kongres Nasional di Sivas dan menelurkan Deklarasi Sivas (1919
M), yang mencetuskan Turki merdeka dan negeri Islam lainnya dari penjajah,
sekaligus melepaskannya dari wilayah Turki Utsmani. Irak, Suriah, Palestina,
Mesir, dll mendeklarasikan konsensus kebangsaan sehingga merdeka. Saat itu
sentimen kebangsaan tambah kental dengan lahirnya Pan-Turkisme dan Pan
Arabisme; masing-masing menuntut kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri
atas nama bangsanya, bukan atas nama umat Islam.
Pada November 1914, Kesultanan
Utsmaniyah ikut serta dalam Perang Dunia I di
blok kekuatan tengah dan mulai mengalami kemunduran dan pemberontakan
terjadi disetiap provinsi yang diduga didukung oleh Inggris,Yunani,Austria
Hongaria, dan Rusia.Sekutu kemudian menduduki istanbul dan izmir.pendudukan
tersebut melahirkan gerakan
nasional Turki yang memenangkan Perang Kemerdekaan Turki (1919–22)
di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasha(atau
Mustafa Kemal Atatürk). Kesultanan akhirnya dibubarkan tanggal 1 November 1922,
dan sultan terakhirnya, Mehmed
VI (berkuasa 1918–22), meninggalkan negara ini pada 17 November 1922. Majelis
Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki pada
tanggal 29 Oktober 1923. Kekhalifahan dibubarkan tanggal 3 Maret 1924.
Daftar sultan - sultan utsmaniyah
*Interregnum (1402–1413)
#Abd-ul-Mejid II, (1922–1924; hanya
sebagai Kalifah
|
Sistem Pemerintahan
Tata negara Kesultanan Utsmaniyah sangat sederhana dan terbagi menjadi dua dimensi utama,
pemerintahan militer dan pemerintahan sipil. Sultan adalah jabatan tertinggi
dalam sistem ini. Sistem sipil dibuat berdasarkan unit-unit pemerintahan daerah
yang didasarkan pada karakteristik wilayahnya. Kesultanan Utsmaniyah
menggunakan sistem negara (seperti Kekaisaran Romawi Timur) menguasai kaum
ulama. Tradisi-tradisi Turki pra-Islam yang bertahan setelah adopsi praktik
administrasi dan hukum dari Iran Islam masih berperan penting bagi pemerintah Utsmaniyah. Menurut
pemahaman Utsmaniyah, tugas utama negara adalah mempertahankan dan memperluas
tanah Muslim dan menjamin keamanan dan keselarasan di dalam perbatasannya
sesuai konteks praktik Islam dan kedaulatan dinasti.
Militer
Militer
Yanisari salah satu militer angkatan darat utsmaniyah
militer
pertama Kesultanan Utsmaniyah dibentuk oleh Osman I dari anggota suku di perbukitan
Anatolia barat pada akhir abad ke-13. Sistem militer pun berubah menjadi
organisasi yang rumit seiring kemajuan kesultanan. Militer Utsmaniyah merupakan
sistem perekrutan dan pertahanan yang kompleks. Korps utama Angkatan Darat Utsmaniyah meliputi Yanisari, Sipahi, Akıncı, dan Mehterân.
Angkatan Laut Utsmaniyah turut ambil bagian dalam
perluasan wilayah kesultanan di benua Eropa. Ekspansi ini berawal dari
penaklukan Afrika Utara yang memasukkan Aljazair dan Mesir ke Kesultanan Utsmaniyah pada
tahun 1517. Sejak kehilangan Aljazair (1830 dan Yunani (1821), kekuatan laut dan kendali
Utsmaniyah atas jajahan-jajahannya di seberang laut mulai melemah.
Bahasa
Bahasa
Turki Utsmaniyah adalah bahasa resmi kesultanan. Ini adalah bahasa
Turk yang sangat dipengaruhi bahasa Persia dan
Arab. Kesultanan Utsmaniyah memiliki beberapa bahasa berpenaruh: Turki,
dituturkan oleh mayoritas penduduk Anatolia dan
mayoritas Muslim Balkan selain di Albania dan Bosnia; Persia, hanya dituturkan
warga berpendidikan; Arab, banyak dituturkan di Arabia, Afrika
Utara, Irak, Kuwait, Levant, dan
sebagian Tanduk
Afrika; dan Somali di
seluruh Tanduk
Afrika. Dalam dua abad terakhir, pemakaian bahasa-bahasa tersebut
bersifat terbatas dan spesifik. Bahasa Persia, misalnya, cenderung digunakan
sebagai bahasa buku untuk warga berpendidikan, sedangkan bahasa Arab dipakai
untuk ibadah.
Bahasa Turki, dengan
variasi Utsmaniyah, merupakan bahasa militer dan pemerintahan sejak awal
pendirian Kesultanan Utsmaniyah. Konstitusi Utsmaniyah 1876 menetapkan status
bahasa Turki sebagai bahasa resmi kesultanan. Dikarenakan tingkat melek huruf
yang rendah (sekitar 2–3% sampai awal abad ke-19 dan 15% pada akhir abad
ke-19), rakyat jelata perlu mempekerjakan juru tulissebagai "penulis
permintaan khusus" (arzuhâlci) supaya bisa berkomunikasi dengan
pemerintah. Sejumlah suku bangsa berbicara dengan keluarganya atau anggota
permukimannya (mahalle) menggunakan bahasanya sendiri (e.g. Yahudi,
Yunani, Armenia, dll). Di desa-desa tempat dua orang atau lebih tinggal
bersama, penduduknya berbicara menggunakan bahasa lawan bicaranya. Di kota
kosmopolitan, orang-orang cenderung menuturkan bahasa keluarganya dan banyak
warga non-Turk yang
menuturkan bahasa Turki sebagai bahasa kedua.
Agama
Dalam
sistem Kesultanan Utsmaniyah, walaupun ada kekuasaan hegemon Muslim atas
penduduk non-Muslim, komunitas non-Muslim mendapat pengakuan dan perlindungan
negara sesuai tradisi Islam.
Sampai
paruh kedua abad ke-15, penduduk kesultanan ini didominasi penganut Kristen dan
dipimpin minoritas Muslim. Pada akhir abad ke-19, populasi non-Muslim mulai
berkurang drastis, bukan karena kehilangan wilayah saja, tetapi juga
perpindahan penduduk. Persentase Muslim
naik menjadi 60% pada 1820-an, lalu perlahan naik ke 69% pada 1870-an, dan 76%
pada 1890-an. Per 1914, hanya 19,1% penduduk kesultanan yang beragama non-Islam.
Kebanyakan di antaranya adalah Kristen Yunani, Assyria, Armenia, dan Yahudi.
Budaya
Budaya
Kesultanan
Utsmaniyah menyerap sejumlah tradisi, seni, dan institusi budaya di
daerah-daerah yang mereka taklukkan, lalu menambahkan dimensi baru ke dalamnya.
Berbagai tradisi dan kebudayaan imperium sebelumnya (dalam bidang arsitektur,
masakan, musik, hiburan, dan pemerintahan) diadopsi oleh bangsa Turk
Utsmaniyah. Bangsa Turk kemudian mengubahnya ke bentuk-bentuk baru dan
menciptakan identitas budaya Utsmaniyah yang baru dan sangat berbeda.
Pernikahan antarbudaya juga berperan dalam menciptakan budaya elit Utsmaniyah.
Jika dibandingkan dengan budaya rakyat Turki, pengaruh budaya baru dalam
membentuk budaya elit Utsmaniyah sangat jelas terlihat.
Sastra
Dua aliran utama sastra tulis Utsmaniyah adalah syair dan prosa. Syair sejauh ini merupakan aliran dominan. Sampai abad ke-19, prosa Utsmaniyah tidak mengandung fiksi. Tidak ada karya yang sebanding dengan roman, cerita pendek, atau novel Eropa. Genre yang serupa memang ada, namun dalam bentuk sastra rakyat Turki dan syair Divan.
Dua aliran utama sastra tulis Utsmaniyah adalah syair dan prosa. Syair sejauh ini merupakan aliran dominan. Sampai abad ke-19, prosa Utsmaniyah tidak mengandung fiksi. Tidak ada karya yang sebanding dengan roman, cerita pendek, atau novel Eropa. Genre yang serupa memang ada, namun dalam bentuk sastra rakyat Turki dan syair Divan.
Syair Divan adalah bentuk seni yang
sangat diritualkan dan simbolis. Dari syair Persia yang menginspirasinya, syair
Divan mewarisi banyak simbol yang makna dan keterkaitannya—baik persamaan (مراعات نظير mura'ât-i nazîr / تناسب tenâsüb) maupun perbedaannya (تضاد
tezâd) dijelaskan secara gamblang atau sederhana. Syair Divan disusun melalui
pencampuran konstan beberapa gambar di dalam kerangka kerja metrik yang ketat,
sehingga muncul banyak kemungkinan makna. Kebanyakan syair Divan
berbentuk lirik,
baik gazel (membentuk
bagian terbesar dari repertoar tradisi ini) maupun kasîdes. Ada pula
genre-genre umum lainnya, salah satunya adalah mesnevî, sejenis roman baris dan berbagai macam puisi narasi. Dua contoh mesnevî yang
terkenal adalah Leyli dan Majnun karya Fuzûlî dan Hüsn ü Aşk karya Şeyh Gâlib.
Sampai
abad ke-19, Prosa Utsmaniyah tidak
berkembang sampai sejauh syair Divan kontemporer. Salah satu alasan utamanya
adalah banyak prosa yang harus mematuhi aturan sec (سجع,
juga ditransliterasikan menjadi seci), atau prosa berima, jenis penulisan yang
diturunkan dari saj' Arab yang mensyaratkan adanya rima antara setiap kata sifat
dan kata benda dalam
suatu rangkaian kata, seperti kalimat. Karena itu, muncullah sebuah tradisi
prosa dalam sastra waktu itu meski sifatnya non-fiksi. Contoh pengecualiannya
adalah Muhayyelât karya Giritli Ali Aziz Efendi,
kumpulan cerita fantastis yang ditulis tahun 1796 dan baru diterbitkan tahun
1867.
Dikarenakan
hubungan historis yang dekat dengan Perancis, sastra Perancis menajdi
bagian dari pengaruh besar Barat terhadap sastra Utsmaniyah sepanjang paruh
akhir abad ke-19. Akibatnya, banyak aliran di Perancis waktu itu yang juga
muncul di Kesultanan Utsmaniyah. Misalnya, dalam perkembangan tradisi prosa
Utsmaniyah, pengaruh Romantisisme dapat
dilihat saat periode Tanzimat, dan pengaruh aliran Realis dan Naturalisme muncul
pada periode selanjutnya. Dalam tradisi syair, pengaruh Simbolis dan Parnassianlebih mencolok.
Banyak
penulis pada period Tanzimat menulis dalam beberapa genre secara bersamaan.
Misalnya, penyair Namik
Kemal menulis novel penting İntibâh ("Kebangkitan")
tahun 1876, sedangkan jurnalis İbrahim Şinasi dikenal karena
menulis lakon Turki modern pertama pada tahun 1860, yaitu komedi satu babak "Şair
Evlenmesi" ("Pernikahan sang Penyair"). Lakon sebelumnya,
yaitu farse berjudul "Vakâyi'-i 'Acibe ve Havâdis-i
Garibe-yi Kefşger Ahmed" ("Peristiwa Aneh dan Kejadian Mengherankan
Ahmed si Tukang Sepatu"), dibuat pada awal abad ke-19, namun
keotentikannya masih diragukan. Dengan semangat yang sama, novelis Ahmed Midhat Efendimenulis novel-novel
penting untuk setiap aliran besar: Romantisisme (Hasan Mellâh yâhud Sırr İçinde
Esrâr, 1873; "Hasan si Pelaut, atau Misteri di Dalam Misteri"),
Realisme (Henüz On Yedi Yaşında, 1881; "Baru Tujuh Belas Tahun"), dan
Naturalisme (Müşâhedât, 1891; "Pengamatan"). Keragaman ini separuhnya
didorong keinginan para penulis Tanzimat yang ingin menyertakan sastra baru
sebanyak mungkin dengan harapan bisa menyumbang revitalisasi struktur sosial Utsmaniyah.[148]
Arsitektur
Utsmaniyah dipengaruhi oleh arsitektur Persia, Yunani
Bizantium, dan Islam. Pada masa kebangkitan, muncul periode arsitektur Utsmaniyah
awal atau pertama dan kesenian Utsmaniyah sedang dalam tahap pencarian ide-ide
baru. Pada masa perkembangan,
muncul periode arsitektur klasik dan kesenian Utsmaniyah sedang jaya-jayanya.
Pada masa kemandekan,
arsitektur Utsmaniyah menjauh dari gaya klasik.
Sepanjang Era Tulip, arsitektur
Utsmaniyah dipengaruhi oleh gaya ornamen tinggi Eropa Barat; Barok, Rococo, Empire, dan gaya-gaya lain saling
bercampur. Konsep arsitektur Utsmaniyah lebih berpusat pada masjid. Masjid adalah
bagian tak terpisahkan dari masyarakat, tata kota, dan kehidupan komunal. Selain masjid, contoh
sempurna arsitektur Utsmaniyah dapat ditemukan di dapur sup, sekolah teologi, rumah sakit, pemandian Turki, dan pemakaman.
Contoh
arsitektur Utsmaniyah dari periode klasik selain Istanbul dan Edirne juga
dapat ditemukan di Mesir, Eritrea, Tunisia, Algiers, Balkan, dan Rumania. Di
sana banyak masjid, jembatan, air mancur, dan sekolah Utsmaniyah. Seni dekorasi
Utsmaniyah berkembang seiring banyaknya pengaruh dikarenakan keragaman etnik di
Kesultanan Utsmaniyah. Para pengrajin memperkaya Kesultanan Utsmaniyah dengan
pengaruh seni pluralistik, seperti mencampurkan seni Bizantium tradisional dengan
elemen-elemen seni Cina.
Seni dekorasi
Tradisi miniatur
Utsmaniyah yang dilukis untuk mengilustrasikan manuskrip atau
dipakai pada album-album khusus sangat dipengaruhi oleh kesenian Persia. Meski begitu,
miniatur Utsmaniyah juga melibatkan sejumlah elemen tradisi penerangan dan lukisan Bizantium. Akademi pelukis Yunani, Nakkashane-i-Rum,
didirikan di Istana
Topkapi pada abad ke-15. Pada awal abad selanjutnya, akademi
Persia bernama Nakkashane-i-Irani didirikan.
Penerangan Utsmaniyah mencakup seni
lukis non-figur atau seni dekorasi gambar di buku atau lembar muraqqa atau album, berbeda dengan gambar
figur miniatur
Utsmaniyah. Penerangan, miniatur (taswir), kaligrafi (hat), kaligrafi Islam,
penjilidan buku (cilt), dan pemarbelan kertas (ebru)
adalah bagian dari seni buku Utsmaniyah. Di Kesultanan Utsmaniyah, manuskrip terang dan berilustrasidibuat
atas perintah sultan atau pejabat pemerintahan. Di Istana Topkapi,
manuskrip-manuskrip tersebut dibuat oleh para seniman yang bekerja di Nakkashane,
pusat seniman miniatur dan penerangan. Buku-buku keagamaan dan non-keagamaan
dapat diterangi. Lembaran album levha terdiri dari kaligrafi
terang (hat) tughra,
teks keagamaan, petikan syair atau peribahasa, dan gambar dekorasi.
Seni pemintalan karpet sangat berkembang
di Kesultanan Utsmaniyah. Karpet memiliki nilai tinggi baik sebagai
perlengkapan dekorasi yang kaya akan simbolisme agama dan lainnya maupun
sebagai pertimbangan praktis, karena penduduk harus melepas sepatu sebelum
memasuki rumah. Pemintalan karpet berawal dari budaya nomaden Asia Tengah (karpet adalah
bentuk perlengkapan yang mudah dibawa), lalu menyebar ke masyarakat Anatolia
yang sudah menetap. Bangsa Turk memakai karpet, permadani, dan kilimtidak hanya untuk alas ruangan, tetapi juga
gantungan di dinding dan lorong agar berfungsi sebagai insulasi tambahan.
Karpet juga sering disumbangkan ke masjid dan
karena itu masjid umumnya punya banyak koleksi karpet.
Seni pertunjukan
Musik klasik Utsmaniyah adalah
bagian penting dari pendidikan kaum elit Utsmaniyah. Sejumlah sultan Utsmaniyah
adalah musisi dan komponis besar, seperti Selim III yang
komposisinya masih dimainkan sampai sekarang. Musik klasik Utsmaniyah sebagian
besar berasal dari gabungan musik Bizantium, musik Armenia, musik Arab, dan musik Persia. Dari
komposisinya, musik Utsmaniyah memanfaatkan satuan ritme bernama usul, agak mirip dengan meter di musik Barat, dan
satuan melodi bernama makam, mirip-mirip dengan mode musik Barat.
Instrumen yang
dipakai adalah campuran instrumen Anatolia dan Asia Tengah (saz, bağlama, kemence), instrumen Timur Tengah lainnya (ud, tanbur, kanun, ney), dan instrumen Barat (biola dan piano). Instrumen
Barat baru disertakan terakhir. Karena perbedaan geografis dan budaya antara
ibu kota dan daerah lainnya, dua gaya musik yang sangat berbeda pun muncul di Kesultanan
Utsmaniyah, yaitu musik klasik Utsmaniyah dan musik rakyat. Di
provinsi-provinsinya, berbagai macam musik rakyat terbentuk.
Wilayah yang gaya musiknya paling dominan adalah: Türküs Balkan-Thracia, Türküs
Timur Laut (Laz), Türküs Aegea, Türküs Anatolia Tengah, Türküs
Anatolia Timur, dan Türküs Kaukasus. Beberapa gaya musiknya adalah: musik Yanisari, musik Roma, tari perut, dan musik rakyat Turki.
Lakon
bayangan tradisional bernama Karagöz dan Hacivat tersebar ke
seluruh Kesultanan Utsmaniyah dan menampilkan tokoh-tokoh yang mewakili semua
etnik dan kelompok sosial besar dalam budaya tersebut. Lakon ini
dipentaskan oleh seorang pewayang yang juga mengisi suara semua tokoh dan
diiringi tamborin (def). Asal usulnya tidak jelas, mungkin dari tradisi
Mesir atau Asia.
Masakan
Masakan
Utsmaniyah mengacu pada masakan ibu kota Istanbul dan ibu
kota regional, tempat percampuran budaya menghasilkan maskaan bersama yang
dinikmati seluruh penduduk. Masakan yang beragam ini disiapkan di dapur Istana
Kesultanan oleh koki yang dibawa dari berbagai daerah kesultanan untuk
menciptakan dan bereksperimen dengan bermacam bahan.
Hasil
racikan dapur Istana Utsmaniyah disaring ke masyarakat, misalnya ketika Ramadan atau
proses masak di Yalı para Pasharesepnya menyebar sendiri dari sana
ke masyarakat. Hari ini, masakan Utsmaniyah masih ada di Turki, Balkan, dan Timur Tengah. Ini
adalah "warisan bersama berupa sesuatu yang dulunya merupakan gaya hidup
Utsmaniyah, dan masakan-masakan mereka adalah bukti kuat fakta ini".
Biasanya masakan hebat
manapun di dunia tercipta dari variasi lokal dan pertukaran dan pengayaan
bersama yang terjadi di dalamnya, namun pada saat yang sama terhomogenisasi dan
terharmonisasi oleh tradisi perbaikan citarasa metropolitan.
Sains dan teknologi
Sepanjang
sejarah Kesultanan Utsmaniyah, masyarakatnya berusaha membangun perpustakaan
besar yang dilengkapi buku terjemahan dari peradaban lain dan manuskrip asli.] Sebagian
besar permintaan manuskrip lokal dan asing muncul pada abad ke-15. Sultan Mehmet II memerintahkan Georgios Amirutzes, seorang cendekiawan
Yunani dari Trabzon, untuk
menerjemahkan dan menyebarkan buku geografi Ptolomeus ke
lembaga-lembaga pendidikan Utsmaniyah. Contoh lainnya adalah Ali Qushji, astronom, matematikawan,
dan fisikawan dari Samarkand, yang
menjadi profesor di dua madrasah dan berhasil memengaruhi pemerintah Utsmaniyah
melalui tulisan-tulisannya dan aktivitas muridnya. Ia hanya menghabiskan dua
atau tiga tahun di Kesultanan Utsmaniyah sebelum meninggal dunia di Istanbul.
Taqi al-Din membangun Observatorium Taqi al-Din
Istanbul pada tahun 1577. Ia melakukan pengamatan astronomi di
sana sampai 1580. Ia menghitung eksentrisitas
orbit Matahari dan pergerakan tahunan apogeo. Observatoriumnya diruntuhkan tahun
1580karena bangkitnya faksi ulama yang menentang atau setidaknya tidak acuh
terhadap sains.
Pada
tahun 1660, cendekiawan Utsmaniyah Ibrahim Efendi al-Zigetvari
Tezkireci menerjemahkan karya astronomi Noël Duret yang ditulis tahun 1637
ke bahasa Arab.
Şerafeddin Sabuncuoğlu adalah
penulis atlas bedah pertama dan ensiklopedia kedokteran besar
terakhir dari dunia Islam. Meski sebagian besar karyanya
didasarkan pada Al-Tasrif karya Abu
al-Qasim al-Zahrawi, Sabuncuoğlu memperkenalkan banyak inovasinya
sendiri. Dokter bedah wanita diilustrasikan untuk pertama kalinya.
Ekonomi
Dasar ekonomi Utsmaniyah sangat
terkait dengan konsep dasar negara dan masyarakat Timur Tengah. Tujuan utama
negara waktu itu adalah memperkuat dan memperluas kekuasaan pemimpin. Cara
untuk meraihnya adalah mendapatkan sumber pendapatan yang banyak dengan menyejahterakan
kelas pekerja.Tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan negara tanpa
mengacaukan kemakmuran rakyatnya demi mencegah kerusuhan dan melindungi tatanan
masyarakat tradisional.
Struktur ekonomi kesultanan ditentukan
oleh struktur geopolitiknya. Kesultanan Utsmaniyah berada di antara dunia Barat
dan Timur, sehingga menghalangi rute darat ke timur dan memaksa penjelajah
Spanyol dan Portugal untuk berlayar mencari rute baru ke timur. Kesultanan
mengendalikan rute rempah yang dulu digunakan Marco Polo.
No comments:
Post a Comment