kekhalifahan Abbasiyah
الخلافة العباسية
750–1258
1261–1517 (Kairo)
Khalifah Abbasiyah Kairo
750–1258
1261–1517 (Kairo)
Ibukota:
Kufah(750-762)
Baghdad(762-1258)
Ar Raqqah (796-809)
Samarra(836-892)
Kairo(1261-1517)
Samarra(836-892)
Kairo(1261-1517)
Kekhalifahan Abbasiyah adalah Kekhalifahan islam kedua yang berpusat di Baghdad setelah Bani Ummayah.Kekhalifahan Abbasiyah didirikan oleh Abul Abbas as-safah pada tahun 750 M dan berhasil meruntuhkan bani Ummayah.Walaupun sudah dinyatakan runtuh/bubar Bani Ummayah masih memiliki kekuasaan ditanah andalusia(Spanyol) dan membangun kekhalifahan cordoba.Abbasiyah berdiri sekitar kurang lebih 8 abad.Kekhalifahan Abbasiyah merupakan Kekhalifahan Termasyur dan Pusat nya Ilmu pengetahuan.
Periodisasi Kekhalifahan Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa
keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul
tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di
sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga
berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan dalam Islam.
Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam
bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri
dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. Selanjutnya digantikan
oleh Abu Ja'far al-Manshur (754-775
M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan
juga Syi'ah. Untuk
memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya
satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya
adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya
di Syria dan Mesirdibunuh karena tidak bersedia
membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani melakukannya,
dan kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena
dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya.
Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah,
dekat Kufah. Namun, untuk
lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu,
al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, dekat bekas
ibu kota Persia, Ctesiphon,
tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di
tengah-tengah bangsa Persia.
Di ibu kota yang baru ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban
pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan
yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan
mengangkat Wazir sebagai
koordinator dari kementrian yang ada, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga
membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di
samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sebagai
hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa
dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu
hanya sekadar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos
ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga
administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos
bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah al-Manshur berusaha
menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari
pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara
usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala
tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan
mendekati selat
Bosphorus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan
senjata 758-765 M, Bizantiummembayar
upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oxus, dan India.
Pada masa al-Mansur pengertian
Khalifah kembali berubah. Konsep khilafah dalam pandangannya - dan
berlanjut ke generasi sesudahnya - merupakan mandat dari Allah, bukan dari
manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa
al Khulafa’ al-Rasyidin.
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman
khalifah Harun
Ar-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan
puteranya al-Ma'mun (813-833
M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial,
dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada
masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu,
pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan,
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada
zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai
negara terkuat dan tak tertandingi.
Al Ma'mun,
pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada
ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing
digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji
penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan
penganut agama lain yang ahli (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah).
Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting
adalah pembangunan Baitul
Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi
dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai
menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Mu'tasim,
khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam
pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentarapengawal.
Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah,
dinasti Abbasiyah mengadakan
perubahan sistem ketentaraan. Praktik orang-orang muslim mengikuti
perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit
profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat
kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik
yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari
luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan
intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara,
gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik
antarbangsa dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan
besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong
para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Kehidupan
mewah para Khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat.
Demikian ini menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi
miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional asal Turki
yang semula diangkat oleh Khalifah al-Mu’tasim untuk mengambil alih
kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan
sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara kekuasaan Bani Abbas di
dalam Khilafah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar, dan ini merupakan
awal dari keruntuhan Dinasti ini, meskipun setelah itu usianya masih dapat
bertahan lebih dari empat ratus tahun. Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal
dari periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah. Pada masa
pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat.
Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan
mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan
Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah. Sebenarnya
ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, tetapi selalu
gagal. Dari dua belas Khalifah pada periode kedua ini, hanya empat orang
yang wafat dengan wajar, selebihnya kalau bukan dibunuh, mereka diturunkan
dari tahtanya dengan paksa. Wibawa Khalifah merosot tajam. Setelah tentara
Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat
yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat,
mendirikan Dinasti-Dinasti kecil. Inilah permulaan masa disintregasi dalam
sejarah politik Islam.
3Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
Pada periode ini, Kekhalifahan Abbasiyah berada di bawah kekuasaan
Bani Buwaih. Keadaan Khalifah lebih buruk dari sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah penganut aliran Syi’ah.
4.Periode
Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani
Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan
masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah
al-Kubra/Seljuk agung).
Setelah
jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Bani Seljuk atau Salajiqah Al-Kubro
(Seljuk Agung), posisi dan kedudukan khalifah Abbasiyah sedikit lebih baik,
paling tidak kewibawaannya dalam bidang agama dikembalikan bahkan mereka terus
menjaga keutuhan dan keamanan untuk membendung paham Syi'ah dan mengembangkan
manhaj Sunni yang dianut oleh mereka.
5.Periode Kelima (590 H/1194 M - 656
H/1258 M),
masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan
diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol dan Kekhalifahan dipindahkan ke
Kairo
(di bawah kesultanan Mamluk)
Ilmuwan-Ilmuwan islam terkenal pada zaman Abbasiyah
Ibnu sina
Ilmu Filsafat
Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya
sebanyak 236 judul.
Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia
80 tahun.
Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
Ibnu Sina (980-1037 M). Karangan-karangan
yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain.
Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai
Hujjatul Islam, karangannya: Al Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul
Falasifah,Mizanul Amal,Ihya Ulumuddin dan lainlain.
Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya :
Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah dan lain-lain
Bidang Kedokteran
Ibnu Sina (980-1037 M)
Jabir bin Hayyan (wafat 778 M). Dikenal
sebagai bapak Kimia.
Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata
yang terkenal disamping sebagai
penterjemah bahasa asing.
Thabib bin Qurra (836-901 M)
Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan
yang terkenal mengenai cacar dan campak yang diterjemahkan dalam bahasa
latin.
Bidang Matematika
Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek
Pembangunan kota Baghdad.
Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra
(Al Jabar), penemu angka (0).
Bidang Astronomi
Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga
banyak para ahli yang terkenal dalam perbintangan ini seperti :
Al Farazi : pencipta Astro lobe
Al Gattani/Al Betagnius
Abul wafat : menemukan jalan ketiga dari
bulan
Al Farghoni atau Al Fragenius
Bidang Seni Ukir
Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tariff
(961-976 M) dan ada seni musik, seni tari,seni pahat, seni sulam, seni lukis
dan seni bangunan.
Ilmu Naqli
-Ilmu Tafsir :
Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy
As Suda, Mupatil bin Sulaiman
Muhammad bin Ishak
-Ilmu Hadist:
Imam Bukhori
Imam Muslim
Ibnu Majah
Abu Daud
At Tarmidzi
-Ilmu kalam
asil bin Atha
Abu Huzail al Allaf
Adh Dhaam
Abu Hasan Asy’ary
Imam Ghazali.
-Ilmu Tasavvuf
Al Qusyairy
Syahabuddin
Imam Ghazali
Khalifah-Khalifah Bani Abbasiyah
1.Abbas as safah 750-754
2.Al Mansur 754-775
3.Al Mahdi 775-785
4.Al Hadi 785-786
5.Harun Ar rasyid 786-809
6.Al Amin 809-813
7.Al Mamun 813-833
8.Al Mutasim 833-842
9.Al Watsiq 842-847
10.Al Mutawakkil 847-861
11.Al Muntasir 861-862
12.Al Mustain 862-866
13.Al Mutaz 866-869
14.Al Muhtadi 869-870
15.Al Mutamid 870-892
16.Al Mudtadhid 892-902
17.Al Muktafi 902-908
18.Al muqtadir 908-935
19.Al Qahir 935-934
20.Al Radhi 934-940
21.Al Muttaqi 940-944
22.Al Mustakfi 944-946
23.Al Muthi 946-974
24.Ath Thai 974-991
25.Al Qadir 991-1031
26.Al Qaim 1031-1075
27.Al Muqtadi 1075-1094
28.Al Mustazhir 1094-1118
29.Al Mustarsyid 1118-1135
30.Ar Rasyid 1135-1136
31.Al Muqtafi 1136-1160
32.Al Mustanjid 1160-1170
33.Al Mustadhi 1170-1180
34.Al Nashir 1180-1225
35.Azh Zhahir 1225-1226
36.Al Mustanshir 1226-1242
37.Al Mustashim 1242-1258
Khalifah Abbasiyah Kairo
Al-Mustanshir
II 1261
Al-Mustakfi I 1302-1340
Al-Wathiq I 1340-1341
Al-Hakim
II 1341-1352
Al-Mu'tadid I 1352-1362
Al-Mutawakkil
I 1362-1383
Al-Wathiq II 1383-1386
Al-Mutasim 1386-1389
Al-Mutawakkil I (kembali berkuasa) 1389-1406
Al-Mutawakkil
III 1508-1517
Serangan Bangsa Mongol dan Jatuhnya Baghdad
Pada tahun 565 H/1258 M,
tentara Mongol yang
berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad.
Khalifah Al-Musta'shim,
penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 -
1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan"
tentara Hulagu
Khan.
Pada saat yang kritis tersebut,
wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami, seorang Syi'ah ingin
mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah,
"Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin
mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr Ibn Mu'tashim, putera
khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak
menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap
sulthan-sulthan Seljuk".
Khalifah menerima usul itu, la
keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan
hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan.
Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan
khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan
orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan
khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata tidak benar. Mereka semua,
termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.
Dengan pembunuhan yang kejam ini
berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan
rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol
tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di
Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun
1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan
saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga
merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad
sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah
ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang
dipimpin Hulaghu Khan tersebut.
No comments:
Post a Comment