Kekhalifahan
Umayyah
بنو أمية
بنو أمية
661-750
Ibukota:Damaskus
Bani Umayyah adalah Kekhalifahan islam pertama setelah
Khulafaur Rasyidin.Didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan (Khalifah
pertama)yang berpusat di Damaskus.Nama Kekhalifahan ini dirujuk kepada Umayyah
bin abd syams kakek buyut Muawiyah.
Berdiri
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib,
maka lahirlah kekuasan bani Umayyah. Pada periode Ali dan
Khalifah sebelumnya pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para
khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Ketika mereka menghadapi
kesulitan-kesulitan, maka mereka mengambil kebijakan langsung melalui
musyawarah dengan para pembesar yang lainnya.
Hal ini berbeda
dengan masa setelah khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang
berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun
bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feodal
(penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun temurun)
Masa Keemasan
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada
masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu
setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan
kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan
bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan
kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum
muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak
terbunuhnya Utsman
bin Affan, pertempuran Shiffin, perang
Jamal, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, serta penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah.
Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa
khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai
dengan menaklukan Tunisia, kemudian
ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai
ke sungai Oxus dan Afganistan sampai
ke Kabul,. Sedangkan angkatan lautnya telah
mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel namun
gagal . Sedangkan ekspansi
ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul
Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara
menyeberangi sungai Oxus dan
berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya
bahkan sampai ke India dan
menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai
ke Multan.
Penaklukan Spanyol
Ekspansi ke barat secara
besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid
bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa
ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada
masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat
suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju
wilayah barat daya, benua Eropa,
yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat
ditundukan, Tariq
bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi
selat yang memisahkan antara Maroko (magrib)
dengan benua Eropa, dan mendarat
di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal
Thariq). Tentara Spanyol dapat
dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi
sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan
cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang
dijadikan ibu kota Spanyol yang
baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islammemperoleh kemenangan dengan mudah
karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat
kekejaman penguasa.
Serangan ke Prancis
Di zaman Umar
bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui
pegunungan Pirenia. Serangan ini
dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah
al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana
ia mencoba menyerang Tours.
Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan
tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping
daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga
jatuh ke tangan Islam pada zaman
Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke
beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani
Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah
yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan
Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang.
Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan
menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga
berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya,
jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi
tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan
mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang
dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai
bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan ini dilanjutkan oleh
puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, di
antaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara
secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah
dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan
masjid-masjid yang megah.
Meskipun keberhasilan banyak
dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat
dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan
bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun)
mulai diperkenalkan, di mana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid
bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem
monarki yang ada di Persia dan Bizantium,
istilah khalifah tetap
digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari
kata-kata tersebut di mana khalifah Allah dalam
pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah padahal tidak ada satu dalil
pun dari al-Qur'an dan hadits nabi yang mendukung pendapatnya.
Dan kemudian Muawiyah
bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya
dengan Hasan
bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan
penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi
pengangkatan anaknya Yazid
bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya
gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang
saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik
tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak
mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat
kepada gubernur Madinah,
memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara
ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul
Abu Thalib dan Abdullah
bin Zubair Ibnul Awwam.
Husain bin Ali sendiri juga
dibait sebagai khalifah di Madinah,
Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin
Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang
kemudian hari dikenal dengan Pertempuran
Karbala[7], Husain bin
Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang
tubuhnya dikubur di Karbala sebuah
daerah di dekat Kufah.
Kelompok Syi'ah sendiri,
yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin Ali, terus
melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan di antaranya adalah yang dipimpin
oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar
mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam
bukan Arab, berasal
dari Persia, Armenia dan
lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua.
Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang
menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali
terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah secara
keseluruhan.
Abdullah
bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah
dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin
Muawiyah kembali mengepung Madinahdan Mekkah secara
biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan bertemu dan
pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama
kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.
Perlawanan Abdullah bin Zubair
baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul
Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani
Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan
berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.
Setelah itu, gerakan-gerakan
lain yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga
dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah
mulai dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah
timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan
wilayah Afrika bagian
utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus).
Selanjutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa
pemerintahan Khalifah Umar
bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana sewaktu diangkat sebagai
khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang
berada dalam wilayah Islam agar
menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, di mana pembangunan dalam
negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, kedudukan mawali disejajarkan dengan Arab. Meskipun masa pemerintahannya
sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi
kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan
dan kepercayaannya.
Daftar Khalifah Bani Ummayah
1.Muawiyah bin abu sufyan 661-680
Berakhirnya kekhalifahan di Damaskus
1.Muawiyah bin abu sufyan 661-680
2.Yazid bin Muawiyah 680-683
3.Muawiyah bin Yazid 683-684
4.Marwan bin Al hakam 684-685
5.Abdul malik bin Marwan 685-705
6.Al walid bin Abdul malik 705-715
7.Sulaiman bin Abdul malik 715-716
8.Umar bin Abdul Aziz 716-720
9.Yazid bin Abdul malik 720-724
10.Hisyam bin Abdul malik 724-743
11.Al walid bin Yazid 743-744
12.Yazid bin Walid April 744-Oktober744
13.Ibrahim bin Walid Oktober744-Desember744
14.Marwan bin Muhammad 744-750
Berakhirnya kekhalifahan di Damaskus
Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan
Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720-
724 M). Masyarakat yang
sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah
menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat
menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung
kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus
berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam
bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu
kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani
Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang
didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik
adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan
oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkannya.
Setelah Hisyam
bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang
tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin
memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah
digulingkan oleh Bani
Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri,
di mana Marwan
bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil
melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di
sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah
di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era
baru Bani Umayyah di Al-Andalus.
No comments:
Post a Comment