1250-1517
Ibukota:Kairo
Mamalik
adalah jamak dari Mamluk yang berarti budak. Dinasti Mamalik memang didirikan
oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh
penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai
budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada
kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang
terakhir, al-Malik al-Salih, mereka dijadikan
pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa penguasa ini,
mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam
imbalan-imbalan material. Pada umumnya mereka berasal dari daerah Kaukasus dan Laut Kaspia. Di Mesir mereka ditempatkan di
pulau Raudhah di Sungai Nil untuk menjalani latihan militer
dan keagamaan. Karena itulah, mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri. Saingan mereka dalam
ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Kurdi.
Ketika al-Malik al-Salih meninggal (1249
M), anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai Sulthan. Golongan Mamalik
merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada
tahun 1250 M Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil
membunuh Turansyah. Istri al-Malik al-Salih, Syajarah al-Durr, seorang yang juga berasal
dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan
kesepakatan golongan Mamalik itu. Kepemimpinan Syajarah al-Durrberlangsung sekitar tiga
bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan
kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi
segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah al-Durr dan mengambil
sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama
Musa sebagai Sultan "syar'i" (formal) disamping dirinya yang
bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh
oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di
Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.
Pertempuran Ain Jalut
Aybak
berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia
digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan
diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang
mengasingkan diri ke Syria karena
tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M Mesir terancam serangan
bangsa Mongol yang
sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu
di Ayn Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260 M,
tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz, Baybars dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Rahimahullah berhasil
menghancurkan pasukan Mongol tersebut.
Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat
Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan sumpah
setia kepada penguasa Mamalik.
Tidak
lama setelah itu Qutuz meninggal
dunia. Baybars, seorang
pemimpin militer yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi
Sultan (1260- 1277 M). Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur di
antara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti
Mamalik.
Sejarah
daulah ini hanya berlangsung sampai tahun 1517 M, ketika dikalahkan
oleh Bani Utsmani, Daulah
ini dibagi menjadi dua periode :
Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250
M) sampai berakhirnya pemerintahan Hajji II tahun 1389 M.
Kedua periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389 M sampai
kerajaan ini dikalahkan oleh Bani Utsmani tahun 1517 M.
Daulah
Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti
ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun (1280-1290 M)menerapkan pergantian
sultan secara turun temurun. Anak Qalawun berkuasa hanya empat tahun, karena
kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295- 1297 M). Sistem
pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Kedudukan amir menjadi sangat
penting. Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena mereka merupakan
kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam bebagai bidang, seperti
konsolidasi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu pengetahuan.
Dalam
bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di 'Ayn al-Jalut menjadi modal besar
untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti
kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di
dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik.
Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam
lainnya, Baybars membaiat
keturunan Bani
Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, al-Mustanshir sebagai khalifah. Dengan
demikian, khilafah
Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulaghu di Baghdad, berhasil
dipertahankan oleh daulah ini dengan Kairo sebagai pusatnya. Sementara
itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan Baybars dapat
dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasindi
pegunungan Syria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia), dan
kapal-kapal Mongol di Anatolia.
Dalam
bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia melalui
perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad menjadikan
kota Kairo sebagai
jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, dan menjadi lebih penting
karena Kairo menghubungkan
jalur perdagangan Laut
Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Disamping itu, hasil pertanian
juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan
jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut maupun darat.
Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
Di
bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi
tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari
serangan tentara Mongol.
Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran,
astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama
besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di
bidang astronomi dikenal nama Nashiruddin ath-Thusi. Di bidang
matematika Abul Faraj al-'Ibry . Dalam bidang
kedokteran: Abul Hasan 'Ali an-Nafis,
penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abdul Mun'im ad-Dimyathi,
seorang dokter hewan, dan Ar-Razi’, perintis psykoterapi. Dalam bidang
opthalmologi dikenal nama Shalahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam
bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Syaikhul Islam ibn Taimiyah Rahimahullah,
seorang mujaddid, mujahid dan ahli hadits dalam Islam, Imam As-Suyuthi Rahimahullah yang
menguasai banyak ilmu keagamaan, Imam Ibn Hajar al-'Asqalani Rahimahullah dalam
ilmu hadits, ilmu fiqih dan lain-lain.
Daulah
Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek
didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang
indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah
rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid.
Kemajuan-kemajuan
itu tercapai berkat kepribadian dan wibawa Sulthan yang tinggi, solidaritas
sesama militer yang kuat, dan stabilitas negara yang aman dari gangguan. Akan
tetapi, ketika faktor-faktor tersebut menghilang, daulah Mamalik sedikit demi
sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya budak-budak dari Sirkasia yang
kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji yang untuk pertama
kalinya dibawa oleh Qalawun, solidaritas antar sesama militer menurun,
terutama setelah Mamluk Burji berkuasa. Banyak
penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah
dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya di
kalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya, semangat kerja rakyat
menurun dan perekonomian negara tidak stabil. Disamping itu, ditemukannya Tanjung Harapan oleh
kaum Eropa tahun
1498 M, menyebabkan jalur perdagangan Asia-Eropa melalui Mesir menurun fungsinya. Kondisi
ini diperparah oleh datangnya kemarau panjang dan berjangkitnya wabah penyakit.
Di pihak
lain, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi
Mamalik, yaitu Daulah
Bani Utsmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik
di Mesir. Dinasti
Mamalik kalah melawan pasukan Utsmaniyah dalam
pertempuran menentukan di luar kota Kairo tahun 1517 M .
Sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan Kesultanan Bani Utsmani sebagai
salah satu propinsinya. Wallahul Musta’an.
No comments:
Post a Comment