Friday, September 22, 2017

Kesultanan Utsmaniyah




Kesultanan Utsmaniyah
 دولت عليه عثمانیه 
Devlet-i ʿAliyye-yi ʿOsmâniyye
Ibukota;
Sogut (1299–1335)
Bursa (1335–1413)
Edirne (1413–1453)
Konstantinopel (Istanbul) (1458–1922)

Berdiri: 27 Januari 1299
Dibubarkan : 1 November 1922/ 3 Maret 1924
Kesultanan Utsmaniyah  salah satu kerajaan islam terbesar yang wilayahnya meliputi 3 benua : Asia,Eropa,dan Afrika
yang didirikan oleh suku-suku Turki dibawah pimpinan Osman Bey (khalifah pertama) pada tahun 1299
dan dibubarkan tahun 1922.dan pada tahun 1453 saat Mehmed II naik tahta kekhalifahan ini berhasil merebut konstantinopel menjadikannya sebagai ibu kota kekhalifahan dan merubah namanya menjadi istanbul. Sepanjang abad ke-16 dan 17, tepatnya pada puncak kekuasaannya di bawah pemerintahan Sulaiman al qanuni, Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu negara terkuat di dunia.

Kekuatan Kesultanan Usmaniyah terkikis secara perlahan-lahan pada abad ke-19, sampai akhirnya benar-benar runtuh pada tahun 1922.




KEBANGKITAN KESULTANAN (1299-1453)
Pada pertengahan abad ke-13, Kekaisaran Bizantium yang melemah telah kehilangan beberapa kekuasaanya oleh beberapa kabilah. Salah satu kabilah ini berada daerah di Eskişehir, bagian barat Anatolia, yang dipimpin oleh Osman I, anak dari Ertuğrul, yang kemudian mendirikan Kesultanan Utsmaniyah. Menurut cerita tradisi, ketika Ertuğrul bermigrasi ke Asia Minor beserta dengan empat ratus pasukan kuda, beliau berpartisipasi dalam perang antara dua kubu pihak (Kekaisaran Romawi dan Kesultanan Seljuk). Ertuğrul bersekutu dengan pihak Kesultanan Seljuk yang kalah pada saat itu dan kemudian membalikkan keadaaan memenangkan perang. Atas jasa beliau, Sultan Seljuk menghadiahi sebuah wilayah di Eskişehir. Sepeninggal Ertuğrul pada tahun 1281, Osman I menjadi pemimpin dan tahun 1299 mendirikan Kesultanan Utsmaniyah.
Osman I kemudian memperluas wilayahnya sampai ke batas wilayah Kekaisaran Bizantium. Ia memindahkan ibukota kesultanan ke Bursa, dan memberikan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan awal politik kesultanan tersebut. Diberi nama dengan nama panggilan “kara” (Bahasa Turki untuk hitam) atas keberaniannya, Osman I disukai sebagai pemimpin yang kuat dan dinamik bahkan lama setelah beliau meninggal dunia, sebagai buktinya terdapat istilah di Bahasa Turki “Semoga dia sebaik Osman”. Reputasi beliau menjadi lebih harum juga disebabkan oleh adanya cerita lama dari abad pertengahan Turki yang dikenal dengan nama Mimpi Osman, sebuah mitos yang mana Osman diinspirasikan untuk menaklukkan berbagai wilayah yang menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah.
Pada periode ini terlihat terbentuknya pemerintahan formal Utsmaniyah, yang bentuk institusi tersebut tidak berubah selama empat abad. Pemerintahan Utsmaniyah mengembangkan suatu sistem yang dikenal dengan nama Millet (berasal dari Bahasa Arab millah ملة), yang mana kelompok agama dan suku minoritas dapat mengurus masalah mereka sendiri tanpa intervensi dan kontrol yang banyak dari pemerintah pusat.
Setelah Osman I meninggal, kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah kemudian merambah sampai ke bagian Timur Mediterania danBalkan. Setelah kekalahan di Pertempuran Plocnik, kemenangan kesultanan Utsmaniyah di Pertempuran Kosovo secara efektif mengakhiri kekuasaan Kerajaan Serbia di wilayah tersebut dan memberikan jalan bagi Kesultanan Utsmaniyah menyebarkan kekuasaannya ke Eropa. Kesultanan ini kemudian mengontrol hampir seluruh wilayah kekuasaan Bizantium terdahulu. Wilayah Kekaisaran Bizantium di Yunani luput dari kekuasaan kesultanan berkat serangan Timur Lenk ke Anatolia tahun 1402, penguasa Turk-Mongolia, Tamerlane, menyerbu Anatolia dalam Pertempuran Ankara tahun 1402. Ia menangkap Sultan Bayezid I. Penangkapan Bayezid I menciptakan kekacauan di kalangan penduduk Turki. Negara pun mengalami perang saudara yang berlangsung sejak 1402 sampai 1413 karena para putra Bayezid memperebutkan takhta. Perang berakhir ketika Mehmet I naik sebagai sultan dan mengembalikan kekuasaan Utsmaniyah.
Sebagian teritori Utsmaniyah di Balkan (seperti Thessaloniki, Makedonia, dan Kosovo) sempat terlepas setelah 1402, tetapi berhasil direbut kembali oleh Murad II antara 1430-an dan 1450-an. Pada tanggal 10 November 1444, Murad II mengalahkan pasukan Hongaria, Polandia, dan Wallachia yang dipimpin Władysław III dari Polandia (sekaligus Raja Hongaria) dan János Hunyadi di Pertempuran Varna, pertempuran terakhir dalam Perang Salib Varna yang berakhir dengan kemenangan besar pihak utsmaniyah.

Perkembangan (1453–1683)
 penaklukan konstantinopel oleh sultan Mehmed II

Setelah wafatnya sutan Murad II, Mehmed II putra dari Murad II naik tahta, Mehmed II melakukan perombakan struktur kesultanan dan militer, dan menunjukkan keberhasilannya dengan menaklukkan Kota Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453 pada usia 21 tahun. Kota tersebut menjadi ibukota baru Kesultanan Utsmaniyah dan berganti nama menjadi Islambol(kota islam)atau kini istanbul . Sebelum Mehmed II wafat, pasukan Utsmaniyah berhasil menaklukkan Korsika,Sardinia, dan Sisilia. Namun sepeninggalnya, rencana untuk menaklukkan Italia dibatalkan.
Pada abad ke-15 dan 16, Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode ekspansi. Kesultanan ini berhasil makmur di bawah kepemimpinan sejumlah Sultan yang tegas dan efektif. Ekonominya juga maju karena pemerintah mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama antara Eropa dan Asia.
Sultan Selim I (1512–1520) memperluas batas timur dan selatan Kesultanan Utsmaniyah secara dramatis dengan mengalahkan Shah Ismail dari Persia Safawiyah dalam Pertempuran Chaldiran.Selim I mendirikan pemerintahan Utsmaniyah di Mesir dan mengerahkan angkatan lautnya ke Laut Merah. Setelah ekspansi tersebut, persaingan pun pecah antara Kekaisaran Portugal dan Kesultanan Utsmaniyah yang sama-sama berusaha menjadi kekuatan besar di kawasan itu
 pertempuran mohacs

Suleiman Agung (1520–1566) mencaplok Belgrade tahun 1521, menguasai wilayah selatan dan tengah Kerajaan Hongaria sebagai bagian dari Peperangan Utsmaniyah–Hongaria. Setelah memenangkan Pertempuran Mohács tahun 1526, ia mendirikan pemerintahan Turki di wilayah yang sekarang disebut Hongaria (kecuali bagian baratnya) dan teritori Eropa Tengah lainnya. Ia kemudian mengepung Wina tahun 1529, tetapi gagal Tahun 1532, ia melancarkan serangan lain ke Wina, namun dikalahkan pada Pengepungan Güns.
Perancis dan Kesultanan Utsmaniyah bersatu karena sama-sama menentang pemerintahan Habsburg dan menjadi sekutu yang kuat. Penaklukan Nice (1543) dan Corsica (1553) oleh Perancis adalah hasil kerja sama antara pasukan raja Francis I dari Perancis dan Suleiman. Pasukan tersebut dipimpin oleh laksamana Utsmaniyah Barbarossa Hayreddin Pasha dan Turgut Reis. Satu bulan sebelum pengepungan Nice, Perancis membantu Utsmaniyah dengan mengirimkan satu unit artileri pada penaklukan Esztergom tahun 1543. Setelah bangsa Turk membuat serangkaian kemajuan tahun 1543, penguasa Habsburg Ferdinand I secara resmi mengakui pemerintahan Utsmaniyah di Hongaria pada tahun 1547.
Pada tahun 1559, setelah perang Ajuuraan-Portugal pertama, Kesultanan Utsmaniyah menganeksasi Kesultanan Adal yang lemah ke dalam wilayahnya. Ekspansi ini mengawali pemerintahan Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk Afrika. Aneksasi tersebut juga meningkatkan pengaruh Utsmaniyah di Samudra Hindia untuk bersaing dengan Portugal.
Pada akhir masa kekuasaan Suleiman, jumlah penduduk Kesultanan Utsmaniyah mencapai 15.000.000 orang dan tersebar di tiga benua. Selain itu, kesultanan ini menjadi kekuatan laut besar yang mengendalikan sebagian besar Laut Mediterania. Saat itu, Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian utama dari lingkup politik Eropa.

Pemberontakan dan Kebangkitan Kembali(1566–1683)
Sepeninggal Suleiman tahun 1566, beberapa wilayah kekuasaan kesultanan mulai menghilang. Kebangkitan kerajaan-kerajaan Eropa di barat beserta dengan penemuan jalur alternatif Eropa ke Asia melemahkan perekonomian Kesulatanan Utsmaniyah. Efektifitas militer dan struktur birokrasi warisan berabad-abad juga menjadi kelemahan dibawah pemerintahan Sultan yang lemah. Walaupun begitu, kesultanan ini tetap menjadi kekuatan ekspansi yang besar sampai kejadian Pertempuran Wina tahun 1683 yang menandakan berakhirnya usaha ekspansi Kesultanan Utsmaniyah ke Eropa.
Kerajaan-kerajaan Eropa berusaha mengatasi kontrol monopoli jalur perdagangan ke Asia oleh Kesultanan Utmaniyah dengan menemukan jalur alternatif. Secara ekonomi, pemasukan Spanyol dari benua baru memberikan pengaruh pada devaluasi mata uang Kesultanan Utsmaniyah dan mengakibatkan inflasi yang tinggi. Hal ini memberikan efek negatif terhadap semua lapisan masyarakat Utsmaniyah.
Di Eropa Selatan, sebuah koalisi antar kekuatan dagang Eropa di Semenanjung Italia berusaha untuk mengurangi kekuatan Kesultanan Utsmaniyah di Laut Mediterania. Kemenangan koalisi tersebut di Pertempuran Lepanto  tahun 1571 merupakan pukulan telak dan simbolis terhadap citra kehebatan Utsmaniyah. Memudarnya citra ini diawali oleh kemenangan Ksatria Malta atas pasukan Utsmaniyah dalam Pengepungan Malta tahun 1565. Pertempuran Lepanto membuat Angkatan Laut Utsmaniyah kehilangan banyak tenaga ahlinya, sedangkan kapal-kapalnya masih bisa diperbaiki. Angkatan Laut Utsmaniyah pulih dengan cepat dan memaksa Venesia menandatangani perjanjian damai tahun 1573 yang mengizinkan Kesultanan Utsmaniyah memperluas dan memperkuat posisinya di Afrika Utara.
Pada masa kekuasaannya yang singkat, Murad IV (1612–1640) membentuk kembali pemerintahan pusat dan merebut Yerevan (1635) dan Baghdad (1639) dari safawiyah.[45] Kesultanan wanita (1648–1656) adalah periode ketika ibu para sultan muda berkuasa atas nama putranya. Tokoh wanita yang paling berpengaruh waktu itu adalah Kösem Sultan dan menantunya Turhan Hatice. Persaingan politik mereka berujung pada pembunuhan Kösem pada 1651.[46] Selama Era Köprülü (1656–1703), pemerintahan efektif dijalankan oleh sejumlah Wazir Agung dari keluarga Köprülü. Kewaziran Köprülü mengalami kesuksesan militer dengan didirikannya pemerintahan di Transylvania, penaklukan Kreta tahun 1669, dan ekspansi ke Ukraina selatan Polandia. Pertahanan terakhir Khotyn dan Kamianets-Podilskyi dan teritori Podolia bergabung dengan Kesultanan Utsmaniyah tahun 1676.
Periode ketegasan baru ini berakhir pada Mei 1683 saat Wazir Agung Kara Mustafa Pasha memimpin pasukan besar untuk mengepung Wina kedua kalinya dalam Perang Turki Besar 1683–1687. Serangan terakhir mereka tertunda karena pasukan Utsmaniyah didesak mundur oleh pasukan sekutu Habsburg, Jerman, dan Polandia yang dipimpin Raja Polandia Jan III Sobieski pada Pertempuran Wina. Aliansi Liga Suci terus melaju pasca kekalahan di Wina dan memuncak pada Perjanjian Karlowitz (26 Januari 1699) yang mengakhiri Perang Turki Besar. Kesultanan Utsmaniyah menyerahkan sejumlah wilayah pentingnya, kebanyakan diserahkan secara permanen. Mustafa II (1695–1703) memimpin serangan balasan terhadap Wangsa Habsburg di Hongaria pada 1695–96, namun kalah besar di Zenta (11 September 1697).

Kemandekan dan reformasi (1683–1827)

Pada periode ini, ekspansi Rusia membawa ancaman besar yang terus berkembang. Karena itu, Raja Charles XII dari Swedia diterima sebagai sekutu Kesultanan Utsmaniyah setelah pasukannya dikalahkan Rusia pada Pertempuran Poltava tahun 1709 (bagian dari Perang Utara Besar 1700–1721.) Charles XII mendesak Sultan Utsmaniyah Ahmed III untuk menyatakan perang terhadap Rusia. Utsmaniyah berhasil memenangkan Kampanye Sungai Pruth yang berlangsung pada 1710–1711. Pasca Perang Austria-Turki 1716–1718, Perjanjian Passarowitz mencantumkan penyerahan wilayah Banat, Serbia, dan "Walachia Kecil" (Oltenia) ke Austria. Perjanjian ini juga menyebutkan bahwa Kesultanan Utsmaniyah mengambil sikap defensif dan tidak mungkin melakukan agresi lagi di Eropa.
Perang Austria-Rusia–Turki yang diakhiri oleh Perjanjian Belgrade 1739 berujung pada kembalinya Serbia dan Oltenia, namun pelabuhan Azov berhasil direbut Rusia. Setelah perjanjian ini, Kesultanan Utsmaniyah menikmati masa perdamaian karena Austria dan Rusia terpaksa menghadapi kebangkitan Prusia.
Sejumlah reformasi pendidikan dan teknologi dilaksanakan, termasuk pendirian institusi pendidikan tinggi seperti Universitas Teknik Istanbul. Pada tahun 1734, sebuah sekolah artileri didirian untuk memperkenalkan metode artileri Barat, namun kalangan ulama Islam mengajukan keberatan atas dasar teodisi.[56] Tahun 1754, sekolah artileri tersebut dibuka kembali secara setengah rahasia.[56] Tahun 1726, Ibrahim Muteferrika meyakinkan Wazir Agung Nevşehirli Damat İbrahim Pasha, Mufti Agung, dan para ulama tentang efisiensi percetakan. Muteferrika pun diizinkan Sultan Ahmed III untuk menerbitkan buku-buku non-religius meski ditentang sejumlah kaligrafer dan pemuka agama. Percetakan Muteferrika menerbitkan buku pertamanya pada tahun 1729. Pada 1743, jumlah karya yang dicetaknya mencapai 17 buah dalam 23 volume dan masing-masing karya dicetak sebanyak 500 sampai 1.000 eksemplar.
Pada 1768, para Haidamak, pemberontak konfederasi Polandia yang dibantu Rusia, memasuki Balta, kota Utsmaniyah di perbatasan Bessarabia, dan membantai warganya dan membumihanguskan kota tersebut. Tindakan ini memaksa Kesultanan Utsmaniyah memulai Perang Rusia-Turki 1768–1774. Perjanjian Küçük Kaynarca tahun 1774 mengakhiri perang ini dan memberikan kebebasan beribadah bagi warga Kristen di provinsi Wallachia dan Moldavia. Pada akhir abad ke-18, serangkaian kekalahan perang melawan Rusia membuat beberapa kalangan di Kesultanan Utsmaniyah yakin bahwa reformasi yang dijalankan Peter Agung memberi keunggulan bagi Rusia, dan Utsmaniyah harus menggunakan teknologi Barat untuk menghindari kekalahan lebih lanjut.
Selim III (1789–1807) melakukan upaya besar pertama dalam memodernisasi pasukannya, tetapi reformasi ini terhambat oleh kepemimpinan yang religius dan korps Yanisari. Karena iri dengan hak-hak militer dan menolak perubahan, Yanisari pun merintis pemberontakan. Semua upaya Selim membuat dirinya kehilangan takhta dan nyawanya. Akan tetapi, pemberontakan ini berhasil diredam dengan spektakuler dan kejam oleh penggantinya yang dinamis, Mahmud II. Ia menghapus korps Yanisari pada tahun 1826.
Revolusi Serbia (1804–1815) menjadi awal era kebangkitan nasional di kawasan Balkan pada masa Pertanyaan Timur. Suzeraintas Serbia sebagai monarki herediter dengan dinastinya sendiri diakui secara de jure pada tahun 1830.[60][61] Pada 1821, bangsa Yunani menyatakan perang terhadap Sultan. Pemberontakan yang pecah di Moldavia sebagai bentuk pengalihan diikuti oleh revolusi utama di Peloponnesos. Peloponnesos dan bagian utara Teluk Korintus menjadi wilayah Kesultanan Utsmaniyah pertama yang merdeka, tepatnya pada tahun 1829. Pada pertengahan abad ke-19, Kesultanan Utsmaniyah dijuluki "orang sakit" oleh bangsa Eropa. Negara-negara suzerain (Kepangeranan Serbia, Wallachia, Moldavia, dan Montenegro) meraih kemerdekaan de jure pada 1860-an dan 1870-an.

Kemunduran dan modernisasi (1828–1908)

Pada masa Tanzimat (1839–1876), serangkaian reformasi konstitusional pemerintah membuahkan hasil, yaitu pasukan wajib militer modern, reformasi sistem perbankan, dekriminalisasi kaum homoseksual, perubahan hukum agama menjadi hukum sekuler, dan gilda yang memiliki pabrik modern. Kementerian Pos Utsmaniyah dibentuk di Istanbul pada tanggal 23 Oktober 1840.
Samuel Morse menerima paten telegraf pertamanya tahun 1847. Paten tersebut dikeluarkan oleh Sultan Abdülmecid yang secara langsung menguji penemuan baru itu. Setelah uji coba berhasil, jalur kabel telegraf pertama di dunia (Istanbul-Adrianopel-Şumnu) mulai dipasang pada 9 Agustus 1847. Periode reformis ini memuncak dengan penyusunan Konstitusi yang disebut Kanûn-u Esâsî. Era Konstitusional Pertama kesultanan ini tidak berlangsung lama. Parlemennya hanya bertahan selama dua tahun sebelum dibubarkan sultan.
Dikarenakan tingkat pendidikannya yang lebih tinggi, penduduk Kristen di kesultanan ini mulai unggul ketimbang penduduk Muslim yang mayoritas, sehingga penduduk Muslim merasa tidak puas. Pada tahun 1861, ada 571 sekolah dasar dan 94 sekolah menengah Kristen Utsmaniyah dengan 140.000 siswa. Jumlah itu jauh melampaui siswa Muslim di sekolah pada saat yang sama. Kemajuan siswa Muslim terus melambat dikarenakan lamanya waktu mata pelajaran bahasa Arab dan teologi Islam. Tingkat pendidikan siswa Kristen yang lebih tinggi memungkinkan mereka memainkan peran penting dalam perekonomian negara. Pada tahun 1911, 528 dari 654 perusahaan grosir di Istanbul dimiliki etnis Yunani.
Perang Krimea (1853–1856) adalah bagian dari persaingan panjang antara kekuatan-kekuatan besar Eropa yang memperebutkan pengaruh di teritori Kesultanan Utsmaniyah yang melemah. Beban perang dari segi finansial memaksa pemerintah Utsmaniyah mengajukan pinjaman luar negeri senilai 5 juta pound sterling pada 4 Agustus 1854. Perang ini mengakibatkan eksodus warga Tatar Krimea. Sekitar 200.000 di antaranya pindah ke Kesultanan Utsmaniyah dalam bentuk gelombang emigrasi. Menjelang akhir Peperangan Kaukasus, 90% etnis Sirkasia dilenyapkan, diusir dari tanah airnya di Kaukasus, dan terpaksa mengungsi ke Kesultanan Utsmaniyah. Sekitar 500.000 sampai 700.000 orang Sirkasia berlindung di Turki. Beberapa sumber memberi angka yang lebih tinggi, yaitu 1 juta-1,5 juta orang dideportasi dan/atau dibunuh.
Perang Rusia-Turki (1877–1878) berakhir dengan kemenangan mutlak bagi Rusia. Akibatnya, wilayah Utsmaniyah di Eropa menyusut dengan cepat. Bulgaria didirikan sebagai kepangeranan merdeka di dalam Kesultanan Utsmaniyah, Rumania mendapat kemerdekaan penuh. Serbia dan Montenegro mendapat kemerdekaan penuh dengan wilayah yang lebih kecil. Pada tahun 1878, Austria-Hongaria bersama-sama menduduki provinsi Bosnia-Herzegovina dan Novi Pazar. Walaupun pemerintah Utsmaniyah menentang tindakan ini, pasukannya dikalahkan dalam kurun tiga minggu.
Sebagai imbalan atas bantuan Perdana Menteri Britania Raya Benjamin Disraeli dalam pengembalian teritori Utsmaniyah di Semenanjung Balkan saat Kongres Berlin, Britania Raya mendapatkan hak pemerintahan di Siprus pada tahun 1878.[  Britania kemudian mengirimkan tentaranya ke Mesir pada tahun 1882 untuk membantu pemerintah Utsmaniyah meredam Pemberontakan Urabi. Britania pun memegang kendali penuh di Siprus dan Mesir.
Pada 1894–96, sekitar 100.000 sampai 300.000 etnis Armenia yang tinggal di seluruh kesultanan dibunuh dalam sebuah peristiwa yang disebut pembantaian Hamidian.
Seiring menyusutnya wilayah Kesultanan Utsmaniyah, banyak Muslim Balkan pindah ke teritori Utsmaniyah yang tersisa di Balkan atau ke jantung kesultanan di Anatolia. Per 1923, hanya Anatolia dan Thracia Timur yang dikuasai Muslim.

KONSPIRASI MENJATUHKAN KHILAFAH

Gerakan misionaris

Di dalam negara, ahlu dzimmah-khususnya orang Kristen-yang mendapat hak istimewa zaman Suleiman II, akhirnya menuntut persamaan hak dengan muslimin. Malahan hak istimewa ini dimanfaatkan untuk melindungi provokator dan intel asing dengan jaminan perjanjian antara khilafah dengan Perancis (1535), dan Inggris (1580). Dengan hak istimewa ini, jumlah orang Kristen dan Yahudi meningkat di dalam negeri. Ini dimanfaatkan misionaris-yang mulai menjalankan gerakan sejak abad ke-16. Malta dipilih sebagai pusat gerakannya. Dari sana mereka menyusup ke Suriah(1620) dan tinggal di sana sampai 1773. Di tengah mundurnya intelektualitas Dunia Islam, mereka mendirikan pusat kajian sebagai kedok gerakannya. Pusat kajian ini kebanyakan milik Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat, yang digunakan Barat untuk mengemban kepemimpinan intelektualnya di Dunia Islam, disertai serangan mereka terhadap pemikiran Islam. Serangan ini sudah lama dipersiapkan orientalis Barat, yang mendirikan Pusat Kajian Ketimuran sejak abad ke-14.
Gerakan misionaris dan orientalis itu merupakan bagian tak terpisahkan dari imperialisme Barat di Dunia Islam. Untuk menguasainya – meminjam istilah Imam al-Ghozali – Islam sebagai asas harus hancur, dan khilafah Islam harus runtuh. Untuk meraih tujuan pertama, serangan misionaris dan orientalis diarahkan untuk menyerang pemikiran Islam; sedangkan untuk meraih tujuan kedua, mereka hembuskan nasionalisme dan memberi stigma pada khilafah sebagai Orang Sakit. Agar kekuatan khilafah lumpuh, sehingga agar bisa sekali pukul jatuh, maka dilakukanlah upaya intensif untuk memisahkan Arab dengan lainnya dari khilafah. Dari sinilah, lahir gerakan patriotisme dan nasionalisme di Dunia Islam. Malah, gerakan keagamaan tak luput dari serangan, seperti Gerakan Wahabi di Hijaz.

Gerakan nasionalisme dan separatisme

Nasionalisme dan separatisme telah dipropagandakan negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, dan Rusia. Itu bertujuan untuk menghancurkan khilafah Islam.Keberhasilannya memakai sentimen kebangsaan dan separatisme di Serbia, Hongaria, Bulgaria, dan Yunani mendorongnya memakai cara sama di seluruh wilayah khilafah.Hanya saja, usaha ini lebih difokuskan di Arab dan Turki. Sementara itu, KeduBes Inggris dan Perancis di Istambul dan daerah-daerah basis khilafah-seperti Baghdad, Damsyik, Beirut, Kairo, dan Jeddah-telah menjadi pengendalinya. Untuk menyukseskan misinya, dibangunlah 2 markas. Pertama, Markas Beirut, yang bertugas memainkan peranan jangka panjang, yakni mengubah putra-putri umat Islam menjadi kafir dan mengubah sistem Islam jadi sistem kufur. Kedua, Markas Istambul, bertugas memainkan peranan jangka pendek, yaitu memukul telak khilafah.
KeduBes negara Eropapun mulai aktif menjalin hubungan dengan orang Arab. Di Kairo dibentuk Partai Desentralisasi yang diketuai Rofiqul ‘Adzim. Di Beirut, Komite Reformasi dan Forum harfiah dibentuk. Inggris dan Perancis mulai menyusup ke tengah orang Arab yang memperjuangkan nasionalisme. Pada 8 Juni 1913, para pemuda Arab berkongres di Paris dan mengumumkan nasionalisme Arab. Dokumen yang ditemukan di Konsulat Perancis Damsyik telah membongkar rencana pengkhianatan kepada khilafah yang didukung Inggris dan Perancis.
Di Markas Istambul, negara-negara Eropa tak hanya puas merusak putra-putri umat Islam di sekolah dan universitas lewat propaganda. Mereka ingin memukul khilafah dari dekat secara telak. Caranya ialah mengubah sistem pemerintahan dan hukum Islam dengan sistem pemerintahan Barat dan hukum kufur. Kampanye mulai dilakukan Rasyid Pasha, MenLu zaman Sultan Abdul Mejid II (1839). Tahun itu juga, Naskah Terhormat(Kholkhonah)-yang dijiplak dari UU di Eropa-diperkenalkan. Tahun 1855, negara-negara Eropa-khususnya Inggris-memaksa khilafah Utsmani mengamandemen UUD, sehingga dikeluarkanlah Naskah Hemayun (11 Februari 1855). Midhat Pasha, salah satu anggota Kebatinan Bebas diangkat jadi perdana menteri (1 September 1876). Ia membentuk panitia Ad Hoc menyusun UUD menurut Konstitusi Belgia. Inilah yang dikenal dengan Konstitusi 1876. Namun, konstitusi ini ditolak Sultan Abdul Hamid II dan Sublime Port-pun enggan melaksanakannya karena dinilai bertentangan dengan syari’at. Midhat Pashapun dipecat dari kedudukan perdana menteri. Turki Muda yang berpusat di Salonika-pusat komunitas Yahudi Dunamah-memberontak (1908). Kholifah dipaksanya-yang menjalankan keputusan Konferensi Berlin-mengumumkan UUD yang diumumkan Turki Muda di Salonika, lalu dibukukanlah parlemen yang pertama dalam khilafah Turki Utsmani (17 November 1908). Bekerja sama dengan syaikhul Islam, Sultan Abdul Hamid II dipecat dari jabatannya, dan diasingkan ke Tesalonika. Sejak itu sistem pemerintahan Islam berakhir.
Inggris dan sekutunya belum puas menghancurkan khilafah Turki Utsmani secara total. Perang Dunia I (1914) dimanfaatkan Inggris menyerang Istambul dan menduduki Gallipoli. Dari sinilah kampanye Dardanella yang terkenal itu mulai dilancarkan. Pendudukan Inggris di kawasan ini juga dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas Mustafa Kemal Pasha-yang sengaja dimunculkan sebagai pahlawan pada Perang Ana Forta (1915). Ia-agen Inggris,(diduga) keturunan Yahudi Dunamah dari Tesalonika-melakukan agenda Inggris, yakni melakukan revolusi kufur untuk menghancurkan khilafah Islam. Ia menyelenggarakan Kongres Nasional di Sivas dan menelurkan Deklarasi Sivas (1919 M), yang mencetuskan Turki merdeka dan negeri Islam lainnya dari penjajah, sekaligus melepaskannya dari wilayah Turki Utsmani. Irak, Suriah, Palestina, Mesir, dll mendeklarasikan konsensus kebangsaan sehingga merdeka. Saat itu sentimen kebangsaan tambah kental dengan lahirnya Pan-Turkisme dan Pan Arabisme; masing-masing menuntut kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri atas nama bangsanya, bukan atas nama umat Islam.


Pembubaran

Pada November 1914, Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam Perang Dunia I di blok kekuatan tengah dan mulai mengalami kemunduran dan pemberontakan terjadi disetiap provinsi yang diduga didukung oleh Inggris,Yunani,Austria Hongaria, dan Rusia.Sekutu kemudian menduduki istanbul dan izmir.pendudukan tersebut  melahirkan gerakan nasional Turki yang memenangkan Perang Kemerdekaan Turki (1919–22) di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasha(atau Mustafa Kemal Atatürk). Kesultanan akhirnya dibubarkan tanggal 1 November 1922, dan sultan terakhirnya, Mehmed VI (berkuasa 1918–22), meninggalkan negara ini pada 17 November 1922. Majelis Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923. Kekhalifahan dibubarkan tanggal 3 Maret 1924.

Daftar sultan - sultan utsmaniyah
Osman 1 Bey pendiri Utsmaniyah


#Abd-ul-Mejid II, (19221924; hanya sebagai Kalifah

Sistem Pemerintahan
Tata negara Kesultanan Utsmaniyah sangat sederhana dan terbagi menjadi dua dimensi utama, pemerintahan militer dan pemerintahan sipil. Sultan adalah jabatan tertinggi dalam sistem ini. Sistem sipil dibuat berdasarkan unit-unit pemerintahan daerah yang didasarkan pada karakteristik wilayahnya. Kesultanan Utsmaniyah menggunakan sistem negara (seperti Kekaisaran Romawi Timur) menguasai kaum ulama. Tradisi-tradisi Turki pra-Islam yang bertahan setelah adopsi praktik administrasi dan hukum dari Iran Islam masih berperan penting bagi pemerintah Utsmaniyah. Menurut pemahaman Utsmaniyah, tugas utama negara adalah mempertahankan dan memperluas tanah Muslim dan menjamin keamanan dan keselarasan di dalam perbatasannya sesuai konteks praktik Islam dan kedaulatan dinasti. 

Militer

Yanisari salah satu militer angkatan darat utsmaniyah


militer pertama Kesultanan Utsmaniyah dibentuk oleh Osman I dari anggota suku di perbukitan Anatolia barat pada akhir abad ke-13. Sistem militer pun berubah menjadi organisasi yang rumit seiring kemajuan kesultanan. Militer Utsmaniyah merupakan sistem perekrutan dan pertahanan yang kompleks. Korps utama Angkatan Darat Utsmaniyah meliputi YanisariSipahiAkıncı, dan Mehterân.




Angkatan Laut Utsmaniyah turut ambil bagian dalam perluasan wilayah kesultanan di benua Eropa. Ekspansi ini berawal dari penaklukan Afrika Utara yang memasukkan Aljazair dan Mesir ke Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1517. Sejak kehilangan Aljazair (1830 dan Yunani (1821), kekuatan laut dan kendali Utsmaniyah atas jajahan-jajahannya di seberang laut mulai melemah.
Bahasa
Bahasa Turki Utsmaniyah adalah bahasa resmi kesultanan. Ini adalah bahasa Turk yang sangat dipengaruhi bahasa Persia dan Arab. Kesultanan Utsmaniyah memiliki beberapa bahasa berpenaruh: Turki, dituturkan oleh mayoritas penduduk Anatolia dan mayoritas Muslim Balkan selain di Albania dan BosniaPersia, hanya dituturkan warga berpendidikan; Arab, banyak dituturkan di Arabia, Afrika Utara, Irak, Kuwait, Levant, dan sebagian Tanduk Afrika; dan Somali di seluruh Tanduk Afrika. Dalam dua abad terakhir, pemakaian bahasa-bahasa tersebut bersifat terbatas dan spesifik. Bahasa Persia, misalnya, cenderung digunakan sebagai bahasa buku untuk warga berpendidikan, sedangkan bahasa Arab dipakai untuk ibadah.
Bahasa Turki, dengan variasi Utsmaniyah, merupakan bahasa militer dan pemerintahan sejak awal pendirian Kesultanan Utsmaniyah. Konstitusi Utsmaniyah 1876 menetapkan status bahasa Turki sebagai bahasa resmi kesultanan. Dikarenakan tingkat melek huruf yang rendah (sekitar 2–3% sampai awal abad ke-19 dan 15% pada akhir abad ke-19), rakyat jelata perlu mempekerjakan juru tulissebagai "penulis permintaan khusus" (arzuhâlci) supaya bisa berkomunikasi dengan pemerintah. Sejumlah suku bangsa berbicara dengan keluarganya atau anggota permukimannya (mahalle) menggunakan bahasanya sendiri (e.g. Yahudi, Yunani, Armenia, dll). Di desa-desa tempat dua orang atau lebih tinggal bersama, penduduknya berbicara menggunakan bahasa lawan bicaranya. Di kota kosmopolitan, orang-orang cenderung menuturkan bahasa keluarganya dan banyak warga non-Turk yang menuturkan bahasa Turki sebagai bahasa kedua.
Agama
Dalam sistem Kesultanan Utsmaniyah, walaupun ada kekuasaan hegemon Muslim atas penduduk non-Muslim, komunitas non-Muslim mendapat pengakuan dan perlindungan negara sesuai tradisi Islam.
Sampai paruh kedua abad ke-15, penduduk kesultanan ini didominasi penganut Kristen dan dipimpin minoritas Muslim. Pada akhir abad ke-19, populasi non-Muslim mulai berkurang drastis, bukan karena kehilangan wilayah saja, tetapi juga perpindahan penduduk. Persentase Muslim naik menjadi 60% pada 1820-an, lalu perlahan naik ke 69% pada 1870-an, dan 76% pada 1890-an. Per 1914, hanya 19,1% penduduk kesultanan yang beragama non-Islam. Kebanyakan di antaranya adalah Kristen Yunani, Assyria, Armenia, dan Yahudi.

Budaya
Kesultanan Utsmaniyah menyerap sejumlah tradisi, seni, dan institusi budaya di daerah-daerah yang mereka taklukkan, lalu menambahkan dimensi baru ke dalamnya. Berbagai tradisi dan kebudayaan imperium sebelumnya (dalam bidang arsitektur, masakan, musik, hiburan, dan pemerintahan) diadopsi oleh bangsa Turk Utsmaniyah. Bangsa Turk kemudian mengubahnya ke bentuk-bentuk baru dan menciptakan identitas budaya Utsmaniyah yang baru dan sangat berbeda. Pernikahan antarbudaya juga berperan dalam menciptakan budaya elit Utsmaniyah. Jika dibandingkan dengan budaya rakyat Turki, pengaruh budaya baru dalam membentuk budaya elit Utsmaniyah sangat jelas terlihat.
Sastra
Dua aliran utama sastra tulis Utsmaniyah adalah syair dan prosa. Syair sejauh ini merupakan aliran dominan. Sampai abad ke-19, prosa Utsmaniyah tidak mengandung fiksi. Tidak ada karya yang sebanding dengan roman, cerita pendek, atau novel Eropa. Genre yang serupa memang ada, namun dalam bentuk sastra rakyat Turki dan syair Divan.
Syair Divan adalah bentuk seni yang sangat diritualkan dan simbolis. Dari syair Persia yang menginspirasinya, syair Divan mewarisi banyak simbol yang makna dan keterkaitannya—baik persamaan (مراعات نظير mura'ât-i nazîr / تناسب tenâsüb) maupun perbedaannya (تضاد tezâd) dijelaskan secara gamblang atau sederhana. Syair Divan disusun melalui pencampuran konstan beberapa gambar di dalam kerangka kerja metrik yang ketat, sehingga muncul banyak kemungkinan makna. Kebanyakan syair Divan berbentuk lirik, baik gazel (membentuk bagian terbesar dari repertoar tradisi ini) maupun kasîdes. Ada pula genre-genre umum lainnya, salah satunya adalah mesnevî, sejenis roman baris dan berbagai macam puisi narasi. Dua contoh mesnevî yang terkenal adalah Leyli dan Majnun karya Fuzûlî dan Hüsn ü Aşk karya Şeyh Gâlib.
Sampai abad ke-19, Prosa Utsmaniyah tidak berkembang sampai sejauh syair Divan kontemporer. Salah satu alasan utamanya adalah banyak prosa yang harus mematuhi aturan sec (سجع, juga ditransliterasikan menjadi seci), atau prosa berima, jenis penulisan yang diturunkan dari saj' Arab yang mensyaratkan adanya rima antara setiap kata sifat dan kata benda dalam suatu rangkaian kata, seperti kalimat. Karena itu, muncullah sebuah tradisi prosa dalam sastra waktu itu meski sifatnya non-fiksi. Contoh pengecualiannya adalah Muhayyelât karya Giritli Ali Aziz Efendi, kumpulan cerita fantastis yang ditulis tahun 1796 dan baru diterbitkan tahun 1867.
Dikarenakan hubungan historis yang dekat dengan Perancis, sastra Perancis menajdi bagian dari pengaruh besar Barat terhadap sastra Utsmaniyah sepanjang paruh akhir abad ke-19. Akibatnya, banyak aliran di Perancis waktu itu yang juga muncul di Kesultanan Utsmaniyah. Misalnya, dalam perkembangan tradisi prosa Utsmaniyah, pengaruh Romantisisme dapat dilihat saat periode Tanzimat, dan pengaruh aliran Realis dan Naturalisme muncul pada periode selanjutnya. Dalam tradisi syair, pengaruh Simbolis dan Parnassianlebih mencolok.
Banyak penulis pada period Tanzimat menulis dalam beberapa genre secara bersamaan. Misalnya, penyair Namik Kemal menulis novel penting İntibâh ("Kebangkitan") tahun 1876, sedangkan jurnalis İbrahim Şinasi dikenal karena menulis lakon Turki modern pertama pada tahun 1860, yaitu komedi satu babak "Şair Evlenmesi" ("Pernikahan sang Penyair"). Lakon sebelumnya, yaitu farse berjudul "Vakâyi'-i 'Acibe ve Havâdis-i Garibe-yi Kefşger Ahmed" ("Peristiwa Aneh dan Kejadian Mengherankan Ahmed si Tukang Sepatu"), dibuat pada awal abad ke-19, namun keotentikannya masih diragukan. Dengan semangat yang sama, novelis Ahmed Midhat Efendimenulis novel-novel penting untuk setiap aliran besar: Romantisisme (Hasan Mellâh yâhud Sırr İçinde Esrâr, 1873; "Hasan si Pelaut, atau Misteri di Dalam Misteri"), Realisme (Henüz On Yedi Yaşında, 1881; "Baru Tujuh Belas Tahun"), dan Naturalisme (Müşâhedât, 1891; "Pengamatan"). Keragaman ini separuhnya didorong keinginan para penulis Tanzimat yang ingin menyertakan sastra baru sebanyak mungkin dengan harapan bisa menyumbang revitalisasi struktur sosial Utsmaniyah.[148]
Arsitektur
Arsitektur Utsmaniyah dipengaruhi oleh arsitektur PersiaYunani Bizantium, dan Islam. Pada masa kebangkitan, muncul periode arsitektur Utsmaniyah awal atau pertama dan kesenian Utsmaniyah sedang dalam tahap pencarian ide-ide baru. Pada masa perkembangan, muncul periode arsitektur klasik dan kesenian Utsmaniyah sedang jaya-jayanya. Pada masa kemandekan, arsitektur Utsmaniyah menjauh dari gaya klasik.
Sepanjang Era Tulip, arsitektur Utsmaniyah dipengaruhi oleh gaya ornamen tinggi Eropa Barat; BarokRococoEmpire, dan gaya-gaya lain saling bercampur. Konsep arsitektur Utsmaniyah lebih berpusat pada masjid. Masjid adalah bagian tak terpisahkan dari masyarakat, tata kota, dan kehidupan komunal. Selain masjid, contoh sempurna arsitektur Utsmaniyah dapat ditemukan di dapur sup, sekolah teologi, rumah sakit, pemandian Turki, dan pemakaman.
Contoh arsitektur Utsmaniyah dari periode klasik selain Istanbul dan Edirne juga dapat ditemukan di Mesir, Eritrea, Tunisia, Algiers, Balkan, dan Rumania. Di sana banyak masjid, jembatan, air mancur, dan sekolah Utsmaniyah. Seni dekorasi Utsmaniyah berkembang seiring banyaknya pengaruh dikarenakan keragaman etnik di Kesultanan Utsmaniyah. Para pengrajin memperkaya Kesultanan Utsmaniyah dengan pengaruh seni pluralistik, seperti mencampurkan seni Bizantium tradisional dengan elemen-elemen seni Cina.
Seni dekorasi
Tradisi miniatur Utsmaniyah yang dilukis untuk mengilustrasikan manuskrip atau dipakai pada album-album khusus sangat dipengaruhi oleh kesenian Persia. Meski begitu, miniatur Utsmaniyah juga melibatkan sejumlah elemen tradisi penerangan dan lukisan Bizantium. Akademi pelukis Yunani, Nakkashane-i-Rum, didirikan di Istana Topkapi pada abad ke-15. Pada awal abad selanjutnya, akademi Persia bernama Nakkashane-i-Irani didirikan.
Penerangan Utsmaniyah mencakup seni lukis non-figur atau seni dekorasi gambar di buku atau lembar muraqqa atau album, berbeda dengan gambar figur miniatur Utsmaniyah. Penerangan, miniatur (taswir), kaligrafi (hat), kaligrafi Islam, penjilidan buku (cilt), dan pemarbelan kertas (ebru) adalah bagian dari seni buku Utsmaniyah. Di Kesultanan Utsmaniyah, manuskrip terang dan berilustrasidibuat atas perintah sultan atau pejabat pemerintahan. Di Istana Topkapi, manuskrip-manuskrip tersebut dibuat oleh para seniman yang bekerja di Nakkashane, pusat seniman miniatur dan penerangan. Buku-buku keagamaan dan non-keagamaan dapat diterangi. Lembaran album levha terdiri dari kaligrafi terang (hattughra, teks keagamaan, petikan syair atau peribahasa, dan gambar dekorasi.
Seni pemintalan karpet sangat berkembang di Kesultanan Utsmaniyah. Karpet memiliki nilai tinggi baik sebagai perlengkapan dekorasi yang kaya akan simbolisme agama dan lainnya maupun sebagai pertimbangan praktis, karena penduduk harus melepas sepatu sebelum memasuki rumah. Pemintalan karpet berawal dari budaya nomaden Asia Tengah (karpet adalah bentuk perlengkapan yang mudah dibawa), lalu menyebar ke masyarakat Anatolia yang sudah menetap. Bangsa Turk memakai karpet, permadani, dan kilimtidak hanya untuk alas ruangan, tetapi juga gantungan di dinding dan lorong agar berfungsi sebagai insulasi tambahan. Karpet juga sering disumbangkan ke masjid dan karena itu masjid umumnya punya banyak koleksi karpet.
Seni pertunjukan
Musik klasik Utsmaniyah adalah bagian penting dari pendidikan kaum elit Utsmaniyah. Sejumlah sultan Utsmaniyah adalah musisi dan komponis besar, seperti Selim III yang komposisinya masih dimainkan sampai sekarang. Musik klasik Utsmaniyah sebagian besar berasal dari gabungan musik Bizantiummusik Armeniamusik Arab, dan musik Persia. Dari komposisinya, musik Utsmaniyah memanfaatkan satuan ritme bernama usul, agak mirip dengan meter di musik Barat, dan satuan melodi bernama makam, mirip-mirip dengan mode musik Barat.
Instrumen yang dipakai adalah campuran instrumen Anatolia dan Asia Tengah (sazbağlamakemence), instrumen Timur Tengah lainnya (udtanburkanunney), dan instrumen Barat (biola dan piano). Instrumen Barat baru disertakan terakhir. Karena perbedaan geografis dan budaya antara ibu kota dan daerah lainnya, dua gaya musik yang sangat berbeda pun muncul di Kesultanan Utsmaniyah, yaitu musik klasik Utsmaniyah dan musik rakyat. Di provinsi-provinsinya, berbagai macam musik rakyat terbentuk. Wilayah yang gaya musiknya paling dominan adalah: Türküs Balkan-Thracia, Türküs Timur Laut (Laz), Türküs Aegea, Türküs Anatolia Tengah, Türküs Anatolia Timur, dan Türküs Kaukasus. Beberapa gaya musiknya adalah: musik Yanisarimusik Romatari perut, dan musik rakyat Turki.
Lakon bayangan tradisional bernama Karagöz dan Hacivat tersebar ke seluruh Kesultanan Utsmaniyah dan menampilkan tokoh-tokoh yang mewakili semua etnik dan kelompok sosial besar dalam budaya tersebut. Lakon ini dipentaskan oleh seorang pewayang yang juga mengisi suara semua tokoh dan diiringi tamborin (def). Asal usulnya tidak jelas, mungkin dari tradisi Mesir atau Asia.
Masakan
Masakan Utsmaniyah mengacu pada masakan ibu kota Istanbul dan ibu kota regional, tempat percampuran budaya menghasilkan maskaan bersama yang dinikmati seluruh penduduk. Masakan yang beragam ini disiapkan di dapur Istana Kesultanan oleh koki yang dibawa dari berbagai daerah kesultanan untuk menciptakan dan bereksperimen dengan bermacam bahan.
Hasil racikan dapur Istana Utsmaniyah disaring ke masyarakat, misalnya ketika Ramadan atau proses masak di Yalı para Pasharesepnya menyebar sendiri dari sana ke masyarakat. Hari ini, masakan Utsmaniyah masih ada di Turki, Balkan, dan Timur Tengah. Ini adalah "warisan bersama berupa sesuatu yang dulunya merupakan gaya hidup Utsmaniyah, dan masakan-masakan mereka adalah bukti kuat fakta ini".
Biasanya masakan hebat manapun di dunia tercipta dari variasi lokal dan pertukaran dan pengayaan bersama yang terjadi di dalamnya, namun pada saat yang sama terhomogenisasi dan terharmonisasi oleh tradisi perbaikan citarasa metropolitan. 
Sains dan teknologi
Sepanjang sejarah Kesultanan Utsmaniyah, masyarakatnya berusaha membangun perpustakaan besar yang dilengkapi buku terjemahan dari peradaban lain dan manuskrip asli.] Sebagian besar permintaan manuskrip lokal dan asing muncul pada abad ke-15. Sultan Mehmet II memerintahkan Georgios Amirutzes, seorang cendekiawan Yunani dari Trabzon, untuk menerjemahkan dan menyebarkan buku geografi Ptolomeus ke lembaga-lembaga pendidikan Utsmaniyah. Contoh lainnya adalah Ali Qushjiastronommatematikawan, dan fisikawan dari Samarkand, yang menjadi profesor di dua madrasah dan berhasil memengaruhi pemerintah Utsmaniyah melalui tulisan-tulisannya dan aktivitas muridnya. Ia hanya menghabiskan dua atau tiga tahun di Kesultanan Utsmaniyah sebelum meninggal dunia di Istanbul.
Taqi al-Din membangun Observatorium Taqi al-Din Istanbul pada tahun 1577. Ia melakukan pengamatan astronomi di sana sampai 1580. Ia menghitung eksentrisitas orbit Matahari dan pergerakan tahunan apogeo. Observatoriumnya diruntuhkan tahun 1580karena bangkitnya faksi ulama yang menentang atau setidaknya tidak acuh terhadap sains.
Pada tahun 1660, cendekiawan Utsmaniyah Ibrahim Efendi al-Zigetvari Tezkireci menerjemahkan karya astronomi Noël Duret yang ditulis tahun 1637 ke bahasa Arab.
Şerafeddin Sabuncuoğlu adalah penulis atlas bedah pertama dan ensiklopedia kedokteran besar terakhir dari dunia Islam. Meski sebagian besar karyanya didasarkan pada Al-Tasrif karya Abu al-Qasim al-Zahrawi, Sabuncuoğlu memperkenalkan banyak inovasinya sendiri. Dokter bedah wanita diilustrasikan untuk pertama kalinya.

Ekonomi
Dasar ekonomi Utsmaniyah sangat terkait dengan konsep dasar negara dan masyarakat Timur Tengah. Tujuan utama negara waktu itu adalah memperkuat dan memperluas kekuasaan pemimpin. Cara untuk meraihnya adalah mendapatkan sumber pendapatan yang banyak dengan menyejahterakan kelas pekerja.Tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan negara tanpa mengacaukan kemakmuran rakyatnya demi mencegah kerusuhan dan melindungi tatanan masyarakat tradisional.


Struktur ekonomi kesultanan ditentukan oleh struktur geopolitiknya. Kesultanan Utsmaniyah berada di antara dunia Barat dan Timur, sehingga menghalangi rute darat ke timur dan memaksa penjelajah Spanyol dan Portugal untuk berlayar mencari rute baru ke timur. Kesultanan mengendalikan rute rempah yang dulu digunakan Marco Polo.

No comments:

Post a Comment